Thursday 3 September 2015

Perbedaan tentang bismillah

PEMBAHASAN

A.    Beberapa Pendapat Mengenai Membaca Basmalah Dalam Shalat.
Sebagaimana dikemukakan dalam pendahuluan, bahwa dalam pelaksanaan shalat seringkali terjadi perbedaan, baik dalam tata caranya maupun bacaannya. Begitu pula dalam hal pelafalan basmalah, banyak ditemukan para imam ṣalat yang membaca basmalah di awal surat Al-Fatihah maupun surat Qur’an setelahnya, namun ada juga yang tidak membacanya. Hal ini didasarkan pula pada perbedaan pendapat para ulama yang dijadikan rujukan oleh mereka.
Beberapa Pendapat yang terkait dengan masalah ini, yaitu :
a.       Makruh membaca basmalah, ini adalah pendapat Ulama Malikiyah[1][1].
b.      Menurut ʹImām Syafi’i basmalah itu wajib dan harus dibaca, baik dalam shalat jahri maupun shalat sirri. Yang tidak membaca basmalah maka shalatnya batal[2][2].
c.       Boleh, bahkan mustahabbah (disenangi). Ini pendapat yang masyhur dari Al-Imam Ahmad, Abū Hanīfah, dan kebanyakan ulama ahlul hadits. Pendapat ini juga dipegangi oleh orang yang berpendapat boleh membacanya ataupun tidak karena berkeyakinan bahwa kedua hal tersebut adalah qirā’ah/bacaan Al-Qur’an yang diperkenankan.
B.     Sebab Perbedaan Pendapat
Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1.      Bermacam-macamnya hadist
Karena banyaknya hadist yang ditafsirkan berbeda terkait dengan permasalahan ini, maka terjadilah perbedaan pendapat di kalangan ulama. Masing-masing pendapat memiliki dalil atau alasan yang mendukung dan menguatkan pendapatnya. Berikut adalah hadist yang dijadikan pegangan bagi para fuqoha yang mewajibkan basmalah dan yang tidak, yaitu:

a.      Hadist-Hadis yang dijadikan pegangan oleh fuqoha yang tidak mewajibkan basmalah:
Hadist yang diriwayatkan oleh Imām Malīk berasal dari Anas r.a
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلّم و أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَ عُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Berkata Anas bin Malik ia berkata: “ Aku shalat bersama nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Usman r.a. Namun tidak seorangpun dari mereka yang aku dengar membaca bismillāhirrahmānirrahīm.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dalam riwayatnya yang lain:
وَفِى بَعْضِ الرّوَايَاتِ أَنَّهُ قَاَلَ : خَلْفَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَكَانَ لاَ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“ Di belakang nabi SAW maka dia tidak membaca bismillāhirrahmānirrahīm”.
Dalam hadist yang lain:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه اَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ اَبَا بَكْرٍ وَ عُمَرَ كَانُوا يَفْتَتِحُوْنَ الصَّلاَةَ بِا لْحَمْدِ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Dari Anas r.a : Bahwasanya nabi SAW, Abu Bakar dan Umar memulai shalat dengan “alhamdulillāhi Robbil ‘ālamīn” (Muttafaqun ‘alaihi).
b.      Hadist-Hadist yang menjadi pegangan bagi para fuqoha yang mewajibkan basmalah:
Hadist Nu’aim bin Abdillah al-Mujammir:
صَلَّيْتُ خَلْفَ أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ قَبْلَ أُمِّ القُرْانِ وَ قَبْلَ السُّوْرَةِ وَ كَبَّرَ فِى الخّفْضِ وَالرّفْعِ وَ قَاَلَ : أَنَا أَشْبَهُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ.....
“ Aku shalat di belakang Abu Hurairah r.a. kemudian ia membaca bismillāhirrahmānirrahīm, sebelum induk Qur’an ( surat Fatihah) dan sebelum surah Quran (yang lain). Ia juga mengucapkan takbir ketika turun dan ketika tegak. Dan ia berkata: Aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah di antara kamu.( H.R.An-Nasa’i)
Hadist ini dinyatakan tsiqoh, karena Nu’aim Al-Mujmir itu adalah Abu Abdullah pelayan Umar bin Khattab. Dia pernah mendengar hadist dari Abu Hurairah dan yang lainnya. Disebutkan dalam kitab Subulus Salam jilid I bahwa ketika itu dia diperintahkan untuk membersihkan dan mewangikan setiap Jum’at sewaktu mulai tengah hari[3][3], dan kemudian dia mendengar hadist ini dari Abu Hurairah.
Hadist Ummu Salamah:
قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Ummu Salamah Berkata: “ Rasulullah membaca bismillāhirrahmānirrahīm, alhamdulillāhi robbil’ālamīn”.
Menurut ahli hadist, hadist-hadist di atas adalah shahih dan tidak dapat diketahui mana di antara hadist-hadist tersebut yang datang terlebih dahulu, sehingga tidak dapat ditetapkan mana yang nasikh (dihapus) dan mana yang mansukh (menghapus). Sehingga kemudian inilah yang menjadi dasar perbedaan pendapat di kalangan ulama.
2.      Kedudukan basmalah dalam Al-Qur’an
Para ulama sepakat bahwa basmalah yang terdapat dalam surat An-Naml ayat 30 adalah ayat Al-Qur’an[4][4]. Namun mereka berbeda pendapat mengenai Kedudukan basmalah dalam Al-Qur’an selain dalam surat An-Naml tersebut. Hal ini juga yang menjadi sebab yang paling mendasar, apakah basmalah itu hanya bagian dari surat al-Fatihah, ataukah termasuk ayat dari setiap surat.
Dalam hal ini ada tiga pendapat:
a.       Menurut madzhab Syafi’i, basmalah adalah ayat dari surat Al-Fatihah. Alasan mereka berpendapat seperti ini dikarenakan adanya hadist yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
اِذَا قَرَأْتُمْ الحَمْدُ لِلهِ فَاقْرَأُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَاِنَّهَا اُمُّ القُرْانِ وَ اُمُّ الكِتَابِ وَ السَّبْعُ المَثَانِى وَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ اِحْدَهَا
“Apabila kalian membaca alhamdulillah ( Al-Fatihah), maka bacalah bismillāhirrahmānirrahīm,, karena sesungguhnya alhamdulillah ( Al-Fatihah) itu ummul qur’an, ummul kitab dan sab’ul matsani dan bismillāhirrahmānirrahīm, itu adalah salah satu dari ayat-ayatnya” ( H.R. Daruquthni juz 1 hal.312).
Hadist tersebut tidak menunjukkan bacaan basmalah dengan keras atau pelan, tetapi hanya menunjukkan perintah secara umum untuk membaca basmalah itu, dan ini adalah dalil yang membuktikan kewajiban membaca basmalah dan menunjukkan bahwa basmalah itu adalah salah satu dari ayat al-Fatihah.
Selain itu juga ada hadist yang diriwayatkan bukhari yang berbunyi
أنَّه رسولَ الله صلى الله عليه وسلم عَدَّ الفاتحةَ سَبْعَ اَيَاتٍ, وَعَدَّ بسم الله الرحمن الرحيم اَيَةً مِنها
Sesungguhnya Rasulullah SAW menghitung surah Al Fatihah tujuh ayat, dan menghitung bismillahir rahmaanirrahiim adalah ayat dari surah Al Fatihah”
Terbukti dalam mushaf Qur’an yang beredar sejak dahulu sampai sekarang adalah tertulis di dalamnya bismillāhirrahmānirrahīm di awal surah Al Fatihah dan awal setiap surah kecuali At-Taubah, dan tidak seorang pun dari kalangan sahabat yang membantahnya. Hal ini termasuk pendapat dari Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Ibnu Umar. Kemudian dari  kalangan tabi’in seperti Said bin Jubair, Az - Zuhri, Ibnu Mubarak, serta Fuqaha’ seperti Imam Syafii, Imam Ahmad, Abi Ishaq dan ahli Qurraʹ Makkah dan Kuffah seperti Imam Ibnu Katsir, Imam ‘Ashim[5][5].
b.      Imam Malik dan sekelompok ulama Hanafiyah berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari surat al-Fatihah dan surat-surat lain dalam al-Qur’an. kecuali ayat ke 30 surat An-Naml[6][6]. Yang dijadikan dasar dari pendapat ini adalah hadist sebagai berikut:
قَالَ اللهُ تَعَالَى : قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ. وَ لِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَاِذَا قَالَ اْلعَبْدُ : الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, قَالَ اللهُ تَعَالَى : حَمِدَنِى عَبْدِى. وَ اِذَا قَالَ : الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, قَالَ اللهُ تَعَالَى : اَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِى وَ اِذَ قَالَ : مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ قَالَ: مَجَّدَنِى عَبْدِى ( وَقَاْلَ مَرَّةً : فَوَّضَ اِلَيَّ عَبْدِى ) فَاِذَا قَالَ : اِيَاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِنُ , قَالَ : هذَا بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى وَلَعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَاِذَا قَالَ : اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ المَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَالضّالِّيْنَ قَالَ: هذَا لِعَبْدِى وَ لِعَبْدِى مَا سَأَلَ (رواه مسلم )
Allah Ta’ala berfirman “ Aku membagi Ash- Shalah  ( Al-Fatihah) antara-Ku dan antara hambaku menjadi dua bagian, dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yang ia minta. Maka apabila hamba mengucapkan Alhamdulillāhirobbil ālamīn, Allah Ta’ala menjawab: hambaku telah memujiku. Apabila ia mengucap Ar-Rahmānirrahīm Allah Ta’ala menjawab Hambaku telah menyanjungku. Apabila ia mengucap māliki yaumiddīn, Allah menjawab, hambaku telah mengagungkan Aku dan juga berfirman hambaku berserah diri kepadaku. Apabila ia mengucap iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn Allah menjawab Ini adalah antara aku dan antara hambaku dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yeng ia minta. Dan apabila ia mengucapkan Ihdinash-shirāthal mustaqīm shirāthalladzīna an’amta ‘alaihim ghoiril maghdhūbi ‘alaihim waladhdhāllīn, Allah menjawab: ini adalah untuk hambaku dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yang ia minta ( H.R. Muslim)
Dari hadist ini dilihat bahwa Allah mengawalinya dengan mengucap Al-hamdu lillāhi robbil ‘ālamīn, bukan dari bismillāhirrahmānirrahīm. Dan hadist ini dianggap sebagai dalil yang paling kuat yang dijadikan hujjah bagi mereka.
c.       Menurut madzhab Hanafi, Basmalah termasuk ayat dari setiap surat, dan ayat dari setiap surat al-Qur’an kecuali surat at-Taubah yang tanpa basmalah[7][7].  tapi merupakan ayat yang berdiri sendiri dalam al-Qur’an yang berfungsi sebagai pemisah antara surat-surat dan bukan bagian dari al-Fatihah. Imam Ahmad berkata: “ Basmalah adalah ayat al-Qur’an yang terletak di awal surah al-Fatihah, namun bukan merupakan ayat Al-Qur’an jika terletak di awal-awal surah selain al-Fatihah”[8][8].
Yang dijadikan dasar bagi pendapat mereka ini adalah hadist riwayat muslim sebagai berikut:
عَنْ اَنَسٍ قَالَ : بَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْه وسلّم ذَا تَ يَوْمٍ  بَيْنَ اَظْهُرِنَا اِذْ اَغْفَى اِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رّأْسَهُ مُتَبَسِّمًا. فَقُلْنَا : مَا اَضْحَكَكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ . قَالَ : اُنْزِلَتْ عَلَيَّ اَ نِفًا سُوْرَةُ فَقَرَأَ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. اِنِّا اَعْطَيْنَاكَ اْلكَوْثَرَ . فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْهَرْ . اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ (رواه  مسلم )
Dari Anas ia berkata: pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah-tengah kami, tiba-tiba beliau tertidur sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya sembari tersenyum. Maka kami bertanya, Apa yang membuat engkau tersenyum yaa Rasulullah? Beliau bersabda : baru saja diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu beliau membaca (yang artinya) Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus    ( H.R.Muslim)
C.    Perdebatan Pendapat Para Ulama
1.      Bantahan Terhadap Pendapat yang tidak membolehkan basmalah
Bantahan terhadap pendapat yang dikemukakan oleh ulama malikiyah ini antara lain adalah dengan adanya Kesepakatan Para Imam ahli qira’at atas penetapan basmalah di awal surat al-Fatihah dan mereka tidak bertentangan, malah sangat relevan dengan penulisan basmalah dalam mushaf Ustmani[9][9]. Salah satu imam ahli Qira’at, Abu Al-Khair bin Al-Jaziry di dalam kitabnya  An- Nasyr fi Qira’at Al’asyr berkata: Sungguh, orang-orang yang memisah dua surat dengan basmalah, orang-orang yang menyambung dua surat dengan basmalah atau orang-orang yang membaca saktah (berhenti tanpa nafas) antara akhir surat dengan surat berikutnya. Bila mereka memulai satu surat dari surat-surat di dalam Al-Qur’an, mereka harus membaca basmalah terlebih dahulu.
Hadist dari Anas bin Malik yang dijadikan pegangan atau dasar dari pendapat ini juga dapat diartikan bahwa sebenarnya Anas tidak mendengar bacaan basmalah dari Abu Bakar, Umar dan Ustman, tetapi bukan berarti bahwa mereka tidak membaca basmalah sama sekali[10][10]. Sebab bisa jadi mereka membacanya secara sirri karena dalam riwayat lainnya, yang diriwayatkan oleh Imâm Ahmad bin Hanbal,  an-Nasā-ī, dan Ibnu Khuzaymah, juga dari Anas bin Mālik, menyatakan:
  لَا يَجْهَرَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Mereka tidak mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahiim…”
Atas dasar ini bertolak sendirinya riwayat muslim yang mengatakan bahwa mereka tidak membaca basmalah itu[11][11]. Di samping itu ada yang mengatakan bahwa hadist ini cacat, karena Al-Auza’iy meriwayatkan tambahan itu dari Qatadah secara tertulis, bukan langsung mendengarnya sendiri[12][12]. Ibnu Al-Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla berkata: Hadist ini tidak sah dijadikan dalil, karena di dalam hadist ini tidak tercantum larangan dari Rasulullah untuk membaca basmalah . Hadist tersebut hanya menjelaskan bahwa rasululah tidak membacanya[13][13].
Selain itu, Ibnu Abdul Barri di dalam kitabnya Al-istidkar mengatakan bahwa hadist yang diriwayatkan Anas itu adalah hadist mudhtorrib[14][14] dan tidak dapat dijadikan hujjah bagi seorangpun di antara fuqoha. Karena setelah Anas ditanya tentang hadist itu kemudian dia menjawab: “ Saya sudah lanjut usiaku dan saya sudah lupa”. Berdasarkan itu maka jelas hadist itu tidak dapat dijadikan hujjah[15][15]


2.      Bantahan terhadap pendapat yang mengharuskan basmalah
Ulama Syafi’iyah secara tegas mengharuskan pelafalan basmalah dalam shalat karena menurut mereka basmalah termasuk ayat dalam surat al-Fatihah.  Salah satu dalil yang dijadikan hujjah mereka adalah hadist yang diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dari Nu’aim Al-Mujmir yang sudah disebutkan di atas. Al-Bukhari mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadist mu’allaq ( hadist yang tidak disebutkan sanadnya) yang diriwayatkan juga oleh As Siraj, Ibnu Hibban dan yang lainnya[16][16].
An-Nasā’ī menetapkan bab dalam kitabnya dengan lafal “ Bab Mengeraskan Bacaan Bismillāhirrrahmānirrahīm” dan hadist tersebut termasuk yang paling shahih tentang masalah itu[17][17]. Sehingga menguatkan hukum asal yaitu hukum kalimat bismillah itu sama dengan hukum bacaan al-fatihah dalam hal membaca keras atau pelan. Apalagi hadist ini adalah ucapan dari Abu Hurairah yang mengatakan: “ sungguh sayalah di antara kamu yang paling sama shalatnya dengan shalat Rasulullah”.
Namun pendapat ini dibantah ulama malikiyah dengan hujjahnya yaitu dalil hadist qudsi yang sudah disebutkan di atas. Dalam hadist tersebut tertulis :
قسمت الصّلاة. Jumhur ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan Ash-Shalah di sini adalah Al-Fatihah[18][18]. Menurut mereka, yang dapat ditafsirkan dari hadist tersebut adalah Allah menjadikan tiga ayat pertama untuk dzatNya,dan ayat keempat mengandung unsur kerendahan diri dari seorang hamba dan permohonan pertolongan kepada Allah, dan tiga ayat selanjutnya menggenapkan surat al-Fatihah menjadi tujuh ayat.
Di antara bukti yang menunjukkan bahwa ayat yang menggenapkan tujuh ayat itu berjumlah tiga ayat adalah bahwa di situ Allah tidak berfirman: ” kedua ayat ini”. Firman Allah ini menunjukkan bahwa lafadz انعمت عليهم adalah satu ayat[19][19]. Merekapun sepakat bahwa tidak sempurna shalat kecuali dengan al-fatihah. Maka ketika Allah tidak menyebutkan lafadz bismillāhirr rahmānirrahīm, maka ini sudah berarti bahwa memang basmalah bukan termasuk ayat dalam surat al-Fatihah.
 Dalam hadist riwayat Bukhari yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menghitung Bismillāhirrahmānirrahīm sebagai salah satu ayat dari al-Fatihah, menurut sebagian ahli hadist, riwayat ini tidak dijelaskan sanadnya sehingga diragukan keabsahannya sebagai hadist yang disandarkan dari Imam Bukhari. Karena dalam kitab Al-Mughni terdapat hadist mauquf[20][20] yang bunyinya hampir mirip, yaitu:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا قَرَأْ تُمْ الْفَا تِحَةِ فَاقْرَأُ وْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَاِ نَّهَا احْدَى اَيَا تِهَا
Dari Abu Hurairah, katanya, Rasulullah SAW, bersabda, ‘apabila kamu membaca Al-Fatihah, maka bacalah Bismillāhirrahmānirrahīm, karena basmalah itu, salah satu dari ayatnya.’” (H.R. Ad Daraquthni)
Hadis tersebut diriwayatkan dari jalan Abu Bakar Hanafi dari Abdul Hamid bin Jafar dan Nuh bin Abi Hilal. Abu Bakar Hanafi mengatakan, “aku telah mengkonfirmasi hadis ini kepada Nuh bin Abi Hilal lalu dia menyatakannya sebagai hadis mauquf.[21][21] Kemudian, satu hal yang membuat pendapat Malikiyah ini semakin kuat adalah bahwa sampai sekarang, masjid nabawi yang ada di Madinah, tidak ada seorang pun yang membaca basmalah, karena mereka mengikuti sunnah Rasulullah. Seperti ucapan ulama Malikiyah yang mengatakan : “Madzhab kami lebih unggul dalam bidang periwayatan tersebut dan ini sangat logis. Pasalnya Masjid Nabawi yang berada di Madinah, dari masa ke masa, sejak Rasulullah sampai masa Imam Malik, tidak ada seorang pun yang membaca bismillah. Hal ini terjadi karena mereka mengikuti sunnahh Rasulullah.[22][22]
D.    Aplikasi Dalam Shalat
1.      Basmalah harus dibaca dalam shalat
Bagi pihak yang berpendapat bahwa basmalah sebagai salah satu ayat dalam Al Fatihah konsekwensinya tentu adalah dengan membacanya ketika shalat. Pendapat ini adalah pendapat kalangan Syafiiyah dan Hanabilah. Basmalah harus (fardhu) dibaca dalam shalat secara jahr pada shalat yang dibaca jahr. Dan dibaca secara sirri pada shalat-shalat sirr. Sehingga batal bagi shalatnya bagi orang yang tidak membacanya[23][23].
Berkenaan dengan dibaca jahr atau sirr, Syaikh Al-Albani memilih membacanya secara sirr, karena hadis-hadis yang menyebutkan pelafalan secara sirr, basmalah lebih kuat daripada hadist - hadist yang menyebutkan pengucapan basmalah sambil mengeraskan suara. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibrahim An- Nakhmi:
قَالَ إِبْنُ مَسْعُودِ : أَرْبَعٌ يخفيهن التعودُ, والتسميةُ, والتأمينُ, والتحمدُ الامام
Artinya: “Ibnu Mas’ud berkata: empat yang dibaca ringan (sirr) oleh imam adalah At-ta’awudz, basmalah, amin, dan tahmid[24][24]
2.      Basmalah tidak wajib dibaca dalam Shalat
Bagi pihak yang berpendapat bahwa basmalah bukan termasuk ayat dari surat al-Fatihah, konsekwensinya adalah tidak membaca basmalah sama sekali dalam shalat. Bahkan Imam Malik menyatakan bahwa ini makruh dilakukan baik pada shalat jahr maupun shalat sirr[25][25]. Pendapat ini didasarkan dari dalil-dalil yang sudah dikemukakan di atas. Dan hingga saat ini mayoritas imam-imam di masjid Nabawi memakai pendapat Imam Malik ini.
3.      Boleh membacanya, boleh juga tidak
Ini adalah pendapat moderat yang mengambil jalan pertengahan. Pendapat ini masyhur dari kalangan ulama Hanafiyah. Menurut mereka boleh meninggalkan basmalah, karena menurut meraka basmalah tidak termasuk bagian dari surat[26][26]. Jikapun ingin membacanya, maka tidak mengapa karena menurut ahli qira’at, itu juga merupakan bacaan yang diperkenankan




























No comments:

Post a Comment