PEMBAHASAN
A. Beberapa
Pendapat Mengenai Membaca Basmalah Dalam Shalat.
Sebagaimana
dikemukakan dalam pendahuluan, bahwa dalam pelaksanaan shalat seringkali
terjadi perbedaan, baik dalam tata caranya maupun bacaannya. Begitu pula dalam
hal pelafalan basmalah, banyak ditemukan para imam ṣalat yang membaca basmalah
di awal surat Al-Fatihah maupun surat Qur’an setelahnya, namun ada juga yang
tidak membacanya. Hal ini didasarkan pula pada perbedaan pendapat para ulama
yang dijadikan rujukan oleh mereka.
Beberapa
Pendapat yang terkait dengan masalah ini, yaitu :
b. Menurut ʹImām
Syafi’i basmalah itu wajib dan harus dibaca, baik dalam shalat jahri
maupun shalat sirri. Yang tidak membaca basmalah maka shalatnya batal[2][2].
c. Boleh, bahkan
mustahabbah (disenangi). Ini pendapat yang masyhur dari Al-Imam Ahmad,
Abū Hanīfah, dan kebanyakan ulama ahlul hadits. Pendapat ini juga dipegangi
oleh orang yang berpendapat boleh membacanya ataupun tidak karena berkeyakinan
bahwa kedua hal tersebut adalah qirā’ah/bacaan Al-Qur’an yang diperkenankan.
B. Sebab Perbedaan
Pendapat
Perbedaan
pendapat tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Bermacam-macamnya
hadist
Karena
banyaknya hadist yang ditafsirkan berbeda terkait dengan permasalahan ini, maka
terjadilah perbedaan pendapat di kalangan ulama. Masing-masing pendapat
memiliki dalil atau alasan yang mendukung dan menguatkan pendapatnya. Berikut
adalah hadist yang dijadikan pegangan bagi para fuqoha yang mewajibkan basmalah
dan yang tidak, yaitu:
a. Hadist-Hadis
yang dijadikan pegangan oleh fuqoha yang tidak mewajibkan basmalah:
Hadist yang
diriwayatkan oleh Imām Malīk berasal dari Anas r.a
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ :صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلّم و أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَ عُثْمَانَ
فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Berkata Anas
bin Malik ia berkata: “ Aku shalat bersama nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan
Usman r.a. Namun tidak seorangpun dari mereka yang aku dengar membaca
bismillāhirrahmānirrahīm.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dalam
riwayatnya yang lain:
وَفِى بَعْضِ الرّوَايَاتِ أَنَّهُ
قَاَلَ : خَلْفَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَكَانَ لاَ يَقْرَأُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“ Di belakang
nabi SAW maka dia tidak membaca bismillāhirrahmānirrahīm”.
Dalam hadist
yang lain:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه اَنَّ
النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ اَبَا بَكْرٍ وَ عُمَرَ كَانُوا يَفْتَتِحُوْنَ
الصَّلاَةَ بِا لْحَمْدِ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Dari Anas r.a :
Bahwasanya nabi SAW, Abu Bakar dan Umar memulai shalat dengan
“alhamdulillāhi Robbil ‘ālamīn” (Muttafaqun ‘alaihi).
b.
Hadist-Hadist yang menjadi pegangan bagi para
fuqoha yang mewajibkan basmalah:
Hadist Nu’aim
bin Abdillah al-Mujammir:
صَلَّيْتُ خَلْفَ أَبِى هُرَيْرَةَ
فَقَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ قَبْلَ أُمِّ القُرْانِ وَ قَبْلَ
السُّوْرَةِ وَ كَبَّرَ فِى الخّفْضِ وَالرّفْعِ وَ قَاَلَ : أَنَا أَشْبَهُكُمْ
بِصَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ.....
“ Aku shalat di
belakang Abu Hurairah r.a. kemudian ia membaca bismillāhirrahmānirrahīm,
sebelum induk Qur’an ( surat Fatihah) dan sebelum surah Quran (yang lain). Ia
juga mengucapkan takbir ketika turun dan ketika tegak. Dan ia berkata: Aku
adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah di antara
kamu.( H.R.An-Nasa’i)
Hadist ini
dinyatakan tsiqoh, karena Nu’aim Al-Mujmir itu adalah Abu Abdullah pelayan Umar
bin Khattab. Dia pernah mendengar hadist dari Abu Hurairah dan yang lainnya.
Disebutkan dalam kitab Subulus Salam jilid I bahwa ketika itu dia diperintahkan
untuk membersihkan dan mewangikan setiap Jum’at sewaktu mulai tengah hari[3][3], dan kemudian dia mendengar hadist ini dari
Abu Hurairah.
Hadist Ummu
Salamah:
قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Ummu Salamah
Berkata: “ Rasulullah membaca bismillāhirrahmānirrahīm, alhamdulillāhi
robbil’ālamīn”.
Menurut ahli
hadist, hadist-hadist di atas adalah shahih dan tidak dapat diketahui mana di
antara hadist-hadist tersebut yang datang terlebih dahulu, sehingga tidak dapat
ditetapkan mana yang nasikh (dihapus) dan mana yang mansukh (menghapus).
Sehingga kemudian inilah yang menjadi dasar perbedaan pendapat di kalangan
ulama.
2. Kedudukan
basmalah dalam Al-Qur’an
Para ulama
sepakat bahwa basmalah yang terdapat dalam surat An-Naml ayat 30 adalah ayat
Al-Qur’an[4][4]. Namun mereka berbeda pendapat mengenai
Kedudukan basmalah dalam Al-Qur’an selain dalam surat An-Naml tersebut. Hal ini
juga yang menjadi sebab yang paling mendasar, apakah basmalah itu hanya bagian
dari surat al-Fatihah, ataukah termasuk ayat dari setiap surat.
Dalam hal ini
ada tiga pendapat:
a. Menurut madzhab
Syafi’i, basmalah adalah ayat dari surat Al-Fatihah. Alasan mereka berpendapat
seperti ini dikarenakan adanya hadist yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
اِذَا قَرَأْتُمْ الحَمْدُ لِلهِ
فَاقْرَأُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَاِنَّهَا اُمُّ القُرْانِ وَ
اُمُّ الكِتَابِ وَ السَّبْعُ المَثَانِى وَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اِحْدَهَا
“Apabila kalian
membaca alhamdulillah ( Al-Fatihah), maka bacalah bismillāhirrahmānirrahīm,,
karena sesungguhnya alhamdulillah ( Al-Fatihah) itu ummul qur’an, ummul kitab
dan sab’ul matsani dan bismillāhirrahmānirrahīm, itu adalah salah satu dari
ayat-ayatnya” ( H.R. Daruquthni juz 1 hal.312).
Hadist tersebut
tidak menunjukkan bacaan basmalah dengan keras atau pelan, tetapi hanya
menunjukkan perintah secara umum untuk membaca basmalah itu, dan ini adalah
dalil yang membuktikan kewajiban membaca basmalah dan menunjukkan bahwa
basmalah itu adalah salah satu dari ayat al-Fatihah.
Selain itu juga
ada hadist yang diriwayatkan bukhari yang berbunyi
أنَّه رسولَ الله صلى الله عليه وسلم
عَدَّ الفاتحةَ سَبْعَ اَيَاتٍ, وَعَدَّ بسم الله الرحمن الرحيم اَيَةً مِنها
“Sesungguhnya
Rasulullah SAW menghitung surah Al Fatihah tujuh ayat, dan menghitung
bismillahir rahmaanirrahiim adalah ayat dari surah Al Fatihah”
Terbukti dalam mushaf Qur’an yang beredar sejak
dahulu sampai sekarang adalah tertulis di dalamnya bismillāhirrahmānirrahīm
di awal surah Al Fatihah dan awal setiap surah kecuali At-Taubah, dan tidak
seorang pun dari kalangan sahabat yang membantahnya. Hal ini termasuk pendapat
dari Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Ibnu Umar. Kemudian
dari kalangan tabi’in seperti Said bin Jubair, Az - Zuhri, Ibnu Mubarak,
serta Fuqaha’ seperti Imam Syafii, Imam Ahmad, Abi Ishaq dan ahli Qurraʹ Makkah
dan Kuffah seperti Imam Ibnu Katsir, Imam ‘Ashim[5][5].
b. Imam Malik dan
sekelompok ulama Hanafiyah berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari surat
al-Fatihah dan surat-surat lain dalam al-Qur’an. kecuali ayat ke 30 surat
An-Naml[6][6]. Yang dijadikan dasar dari pendapat ini adalah
hadist sebagai berikut:
قَالَ اللهُ تَعَالَى : قَسَمْتُ
الصَّلاَةَ بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ. وَ لِعَبْدِى مَا سَأَلَ
فَاِذَا قَالَ اْلعَبْدُ : الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, قَالَ اللهُ
تَعَالَى : حَمِدَنِى عَبْدِى. وَ اِذَا قَالَ : الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, قَالَ
اللهُ تَعَالَى : اَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِى وَ اِذَ قَالَ : مَالِكِ يَوْمِ
الدِّيْنِ قَالَ: مَجَّدَنِى عَبْدِى ( وَقَاْلَ مَرَّةً : فَوَّضَ اِلَيَّ
عَبْدِى ) فَاِذَا قَالَ : اِيَاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِنُ , قَالَ :
هذَا بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى وَلَعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَاِذَا قَالَ :
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
غَيْرِ المَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَالضّالِّيْنَ قَالَ: هذَا لِعَبْدِى وَ
لِعَبْدِى مَا سَأَلَ (رواه مسلم )
Allah Ta’ala
berfirman “ Aku membagi Ash- Shalah (
Al-Fatihah) antara-Ku dan antara hambaku menjadi dua bagian, dan untuk hambaku
akan mendapatkan apa-apa yang ia minta. Maka apabila hamba mengucapkan Alhamdulillāhirobbil
ālamīn, Allah Ta’ala menjawab: hambaku telah memujiku. Apabila ia mengucap Ar-Rahmānirrahīm
Allah Ta’ala menjawab Hambaku telah menyanjungku. Apabila ia mengucap māliki
yaumiddīn, Allah menjawab, hambaku telah mengagungkan Aku dan juga
berfirman hambaku berserah diri kepadaku. Apabila ia mengucap iyyāka na’budu
wa iyyāka nasta’īn Allah menjawab Ini adalah antara aku dan antara hambaku
dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yeng ia minta. Dan apabila ia
mengucapkan Ihdinash-shirāthal mustaqīm shirāthalladzīna an’amta ‘alaihim
ghoiril maghdhūbi ‘alaihim waladhdhāllīn, Allah menjawab: ini adalah untuk
hambaku dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yang ia minta ( H.R.
Muslim)
Dari hadist ini
dilihat bahwa Allah mengawalinya dengan mengucap Al-hamdu lillāhi robbil
‘ālamīn, bukan dari bismillāhirrahmānirrahīm. Dan hadist ini
dianggap sebagai dalil yang paling kuat yang dijadikan hujjah bagi mereka.
c. Menurut madzhab
Hanafi, Basmalah termasuk ayat dari setiap surat, dan ayat dari setiap surat
al-Qur’an kecuali surat at-Taubah yang tanpa basmalah[7][7]. tapi
merupakan ayat yang berdiri sendiri dalam al-Qur’an yang berfungsi sebagai
pemisah antara surat-surat dan bukan bagian dari al-Fatihah. Imam Ahmad
berkata: “ Basmalah adalah ayat al-Qur’an yang terletak di awal surah
al-Fatihah, namun bukan merupakan ayat Al-Qur’an jika terletak di awal-awal
surah selain al-Fatihah”[8][8].
Yang dijadikan
dasar bagi pendapat mereka ini adalah hadist riwayat muslim sebagai berikut:
عَنْ اَنَسٍ قَالَ : بَيْنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى الله عَلَيْه وسلّم ذَا تَ يَوْمٍ
بَيْنَ اَظْهُرِنَا اِذْ اَغْفَى اِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رّأْسَهُ
مُتَبَسِّمًا. فَقُلْنَا : مَا اَضْحَكَكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ . قَالَ :
اُنْزِلَتْ عَلَيَّ اَ نِفًا سُوْرَةُ فَقَرَأَ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ. اِنِّا اَعْطَيْنَاكَ اْلكَوْثَرَ . فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْهَرْ .
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ (رواه
مسلم )
Dari Anas ia
berkata: pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah-tengah kami,
tiba-tiba beliau tertidur sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya sembari
tersenyum. Maka kami bertanya, Apa yang membuat engkau tersenyum yaa
Rasulullah? Beliau bersabda : baru saja diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu
beliau membaca (yang artinya) Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya
orang yang membenci kamu dialah yang terputus ( H.R.Muslim)
C. Perdebatan
Pendapat Para Ulama
1. Bantahan
Terhadap Pendapat yang tidak membolehkan basmalah
Bantahan
terhadap pendapat yang dikemukakan oleh ulama malikiyah ini antara lain adalah
dengan adanya Kesepakatan Para Imam ahli qira’at atas penetapan basmalah di
awal surat al-Fatihah dan mereka tidak bertentangan, malah sangat relevan
dengan penulisan basmalah dalam mushaf Ustmani[9][9]. Salah satu imam ahli Qira’at, Abu Al-Khair
bin Al-Jaziry di dalam kitabnya An-
Nasyr fi Qira’at Al’asyr berkata: Sungguh, orang-orang yang memisah dua
surat dengan basmalah, orang-orang yang menyambung dua surat dengan basmalah
atau orang-orang yang membaca saktah (berhenti tanpa nafas) antara akhir surat
dengan surat berikutnya. Bila mereka memulai satu surat dari surat-surat di
dalam Al-Qur’an, mereka harus membaca basmalah terlebih dahulu.
Hadist dari
Anas bin Malik yang dijadikan pegangan atau dasar dari pendapat ini juga dapat
diartikan bahwa sebenarnya Anas tidak mendengar bacaan basmalah dari Abu Bakar,
Umar dan Ustman, tetapi bukan berarti bahwa mereka tidak membaca basmalah sama
sekali[10][10]. Sebab bisa jadi mereka membacanya secara sirri
karena dalam riwayat lainnya, yang diriwayatkan oleh Imâm Ahmad bin
Hanbal, an-Nasā-ī, dan Ibnu Khuzaymah,
juga dari Anas bin Mālik, menyatakan:
لَا يَجْهَرَ بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“ Mereka
tidak mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahiim…”
Atas
dasar ini bertolak sendirinya riwayat muslim yang mengatakan bahwa mereka tidak
membaca basmalah itu[11][11]. Di
samping itu ada yang mengatakan bahwa hadist ini cacat, karena Al-Auza’iy
meriwayatkan tambahan itu dari Qatadah secara tertulis, bukan langsung
mendengarnya sendiri[12][12]. Ibnu Al-Hazm
dalam kitabnya Al-Muhalla berkata: Hadist ini tidak sah dijadikan dalil,
karena di dalam hadist ini tidak tercantum larangan dari Rasulullah untuk
membaca basmalah . Hadist tersebut hanya menjelaskan bahwa rasululah tidak
membacanya[13][13].
Selain itu,
Ibnu Abdul Barri di dalam kitabnya Al-istidkar mengatakan bahwa hadist yang
diriwayatkan Anas itu adalah hadist mudhtorrib[14][14] dan tidak dapat dijadikan hujjah bagi
seorangpun di antara fuqoha. Karena setelah Anas ditanya tentang hadist itu
kemudian dia menjawab: “ Saya sudah lanjut usiaku dan saya sudah lupa”.
Berdasarkan itu maka jelas hadist itu tidak dapat dijadikan hujjah[15][15]
2. Bantahan
terhadap pendapat yang mengharuskan basmalah
Ulama
Syafi’iyah secara tegas mengharuskan pelafalan basmalah dalam shalat karena
menurut mereka basmalah termasuk ayat dalam surat al-Fatihah. Salah satu dalil yang dijadikan hujjah mereka
adalah hadist yang diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dari Nu’aim Al-Mujmir yang sudah
disebutkan di atas. Al-Bukhari mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadist
mu’allaq ( hadist yang tidak disebutkan sanadnya) yang diriwayatkan juga oleh
As Siraj, Ibnu Hibban dan yang lainnya[16][16].
An-Nasā’ī
menetapkan bab dalam kitabnya dengan lafal “ Bab Mengeraskan Bacaan
Bismillāhirrrahmānirrahīm” dan hadist tersebut termasuk yang paling shahih
tentang masalah itu[17][17]. Sehingga menguatkan hukum asal yaitu hukum
kalimat bismillah itu sama dengan hukum bacaan al-fatihah dalam hal membaca
keras atau pelan. Apalagi hadist ini adalah ucapan dari Abu Hurairah yang
mengatakan: “ sungguh sayalah di antara kamu yang paling sama shalatnya
dengan shalat Rasulullah”.
Namun pendapat
ini dibantah ulama malikiyah dengan hujjahnya yaitu dalil hadist qudsi yang
sudah disebutkan di atas. Dalam hadist tersebut tertulis :
قسمت الصّلاة.
Jumhur ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan Ash-Shalah di sini adalah
Al-Fatihah[18][18]. Menurut mereka, yang dapat ditafsirkan dari
hadist tersebut adalah Allah menjadikan tiga ayat pertama untuk dzatNya,dan
ayat keempat mengandung unsur kerendahan diri dari seorang hamba dan permohonan
pertolongan kepada Allah, dan tiga ayat selanjutnya menggenapkan surat
al-Fatihah menjadi tujuh ayat.
Di antara bukti
yang menunjukkan bahwa ayat yang menggenapkan tujuh ayat itu berjumlah tiga
ayat adalah bahwa di situ Allah tidak berfirman: ” kedua ayat ini”.
Firman Allah ini menunjukkan bahwa lafadz انعمت عليهم adalah satu
ayat[19][19]. Merekapun sepakat bahwa tidak sempurna shalat
kecuali dengan al-fatihah. Maka ketika Allah tidak menyebutkan lafadz bismillāhirr
rahmānirrahīm, maka ini sudah berarti bahwa memang basmalah bukan termasuk
ayat dalam surat al-Fatihah.
Dalam hadist riwayat Bukhari yang menyatakan
bahwa Rasulullah SAW menghitung Bismillāhirrahmānirrahīm sebagai salah
satu ayat dari al-Fatihah, menurut sebagian ahli hadist, riwayat ini tidak
dijelaskan sanadnya sehingga diragukan keabsahannya sebagai hadist yang
disandarkan dari Imam Bukhari. Karena dalam kitab Al-Mughni terdapat hadist
mauquf[20][20] yang bunyinya hampir mirip, yaitu:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا قَرَأْ تُمْ الْفَا تِحَةِ
فَاقْرَأُ وْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَاِ نَّهَا احْدَى اَيَا
تِهَا
“Dari
Abu Hurairah, katanya, Rasulullah SAW, bersabda, ‘apabila kamu membaca
Al-Fatihah, maka bacalah Bismillāhirrahmānirrahīm, karena basmalah itu, salah
satu dari ayatnya.’” (H.R. Ad Daraquthni)
Hadis
tersebut diriwayatkan dari jalan Abu Bakar Hanafi dari Abdul Hamid bin Jafar
dan Nuh bin Abi Hilal. Abu Bakar Hanafi mengatakan, “aku telah
mengkonfirmasi hadis ini kepada Nuh bin Abi Hilal lalu dia menyatakannya
sebagai hadis mauquf.”[21][21] Kemudian,
satu hal yang membuat pendapat Malikiyah ini semakin kuat adalah bahwa sampai
sekarang, masjid nabawi yang ada di Madinah, tidak ada seorang pun yang membaca
basmalah, karena mereka mengikuti sunnah Rasulullah. Seperti ucapan ulama Malikiyah
yang mengatakan : “Madzhab kami lebih unggul dalam bidang periwayatan
tersebut dan ini sangat logis. Pasalnya Masjid Nabawi yang berada di Madinah,
dari masa ke masa, sejak Rasulullah sampai masa Imam Malik, tidak ada seorang
pun yang membaca bismillah. Hal ini terjadi karena mereka mengikuti sunnahh
Rasulullah.”[22][22]
D. Aplikasi Dalam
Shalat
1. Basmalah harus
dibaca dalam shalat
Bagi pihak yang berpendapat bahwa basmalah
sebagai salah satu ayat dalam Al Fatihah konsekwensinya tentu adalah dengan
membacanya ketika shalat. Pendapat ini adalah pendapat kalangan Syafiiyah dan
Hanabilah. Basmalah harus (fardhu) dibaca dalam shalat secara jahr
pada shalat yang dibaca jahr. Dan dibaca secara sirri pada
shalat-shalat sirr. Sehingga batal bagi shalatnya bagi orang yang tidak
membacanya[23][23].
Berkenaan dengan dibaca jahr atau sirr,
Syaikh Al-Albani memilih membacanya secara sirr, karena hadis-hadis yang menyebutkan
pelafalan secara sirr, basmalah lebih kuat daripada hadist - hadist yang
menyebutkan pengucapan basmalah sambil mengeraskan suara. Pendapat ini juga
didukung oleh pendapat Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari
Ibrahim An- Nakhmi:
قَالَ
إِبْنُ مَسْعُودِ : أَرْبَعٌ يخفيهن التعودُ, والتسميةُ, والتأمينُ, والتحمدُ
الامام
Artinya: “Ibnu Mas’ud berkata:
empat yang dibaca ringan (sirr) oleh imam adalah At-ta’awudz, basmalah,
amin, dan tahmid”[24][24]
2. Basmalah tidak wajib dibaca dalam
Shalat
Bagi pihak yang berpendapat bahwa
basmalah bukan termasuk ayat dari surat al-Fatihah, konsekwensinya adalah tidak
membaca basmalah sama sekali dalam shalat. Bahkan Imam Malik menyatakan bahwa
ini makruh dilakukan baik pada shalat jahr maupun shalat sirr[25][25]. Pendapat
ini didasarkan dari dalil-dalil yang sudah dikemukakan di atas. Dan hingga saat
ini mayoritas imam-imam di masjid Nabawi memakai pendapat Imam Malik ini.
3. Boleh membacanya, boleh juga tidak
Ini adalah pendapat moderat yang mengambil jalan
pertengahan. Pendapat ini masyhur dari kalangan ulama Hanafiyah. Menurut mereka
boleh meninggalkan basmalah, karena menurut meraka basmalah tidak termasuk
bagian dari surat[26][26]. Jikapun
ingin membacanya, maka tidak mengapa karena menurut ahli qira’at, itu juga
merupakan bacaan yang diperkenankan
No comments:
Post a Comment