PERAN ORANG TUA DALAM MENUMBUHKAN
KECINTAAN ANAK TERHADAP AL-QUR’AN SEJAK MASA PRA SEKOLAH
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Anak Prasekolah.
Yang
dimaksud dengan Anak usia dini ( anak
pra sekolah ) adalah mereka yang berusia antara 0-6 tahun, sebagaimana yang
tertulis dalam UU No.20 tahun 2003 bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang
dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
Ahmadi
dan Sholeh ( 2005 : 34 ) menyatakan bahwa : Masa usia Prasekolah, yaitu dari
lahir sampai kira-kira 6;0 , dapat diperinci lagi menjadi :
- Masa VitalMasa vital ini dimulai dengan kelahiran si anak.
- Masa Estetik
Biasanya
masa estetik ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anggapan
itu timbul karena nama estetik. Sebenarnya, kata estetik yang digunakan disini
tidak dalam arti tersebut, tetapi dalam arti bahwa pada masa ini perkembangan
anak yang terutama adalah fungsi panca indranya dan dalam eksplorasi dan
belajarnya dia menggunakan panca indera juga. Pada masa ini panca inderanya
masih dalam masa peka, karena itu pulalah Montesori menciptakan bermacam-macam
alat permainan yang dimaksudkan untuk melatih panca indra. Pada masa inilah
muncul gejala kenakalan, yang umumnya terjadi pada umur 3 ;0 sampai umur
5 ;0 tahun. Anak sering menentang kehendak orang tua, kadang-kadang
menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar apa yang dilarang dan
tidak melakukan apa yang diharuskan untuk dilakukan, dan sebagainya.
Apakah sebabnya anak berbuat berbagai kenakalan tersebut ?
Jawaban yang dapat diterima yaitu :
Bakat
perkembangan bahasanya, yang merupakan modal pokok bagi anak dalam menghadapi
dunianya, sampailah anak pada penyanderaan aku-nya atau terhadap menemukan
aku-nya , yaitu suatu tahap ketika anak menemukan dirinya sebagai subjek dan
yang lain sebagai objek, maka kemampuan itu kini dia miliki. Kini dia menyadari ( menemukan )
bahwa dirinya juga subjek yang mempunyai keterbatasan untuk menghendaki
sesuatu, mempunyai pula kebebasan untuk menolak sesuatu. Dan karena jarang
menemukan kenyataan tersebut maka anak seakan-akan gaul ingin mendapatkan
pengalaman, bagaimana kiranya sebagai subjek yang bebas menentukan keinginannya
itu.
Pada masa
ini, anak dapat dilukiskan sebagai demam menghendaki. Misalnya, pada suatu saat
ia menghendaki sebuah bola, dan kehendaknya itu tidak dapat ditahan; tetapi
kalau telah memperolehnya maka dia tidak lagi mempedulikan bola itu, dan menghendaki
barang yang lain lagi; dan sebagainya. Kadang-kadang ia melanggar hal yang
dilarang, dan memantangkan hal yang diharuskan. Hal yang demikian itu
dilakukannya bukan karena ia keras kepala., melainkan hanya karena ingin
mengalami dan ingin menyaksikan akibatnya.
Dipandang dari segi pendidikan, masa ini
merupakan masa yang sukar. Bagaimanakah sikap pendidik yang
sebaik-baiknya ?
Dalam
menghadapi anak yang sedang mengalami masa kegoncangan ini sikap yang paling
bijaksana ialah jalan tengah, yaitu sikap yang tidak ekstrem, baik ekstrem
menekan, maupun ekstrem memanjakan.
Jika
pendidik ( orang dewasa ) memaksakan pendiriannya sendiri dengan memakai
kekerasan dan kekuasaan sebab dia lebih kuat, maka anak itu akan mengalah dan
tunduk kepada pendapat orang dewasa, sedangkan kemauannya sendiri akan lenyap
dan tidak berkembang. Anak yang demikian itu nantinya akan menjadi individu
yang tidak mempunyai inisiatif dan tanpa kemauan ; dia akan terbiasa
bersikap menunggu perintah.
Sebaliknya,
jika anak itu dituruti saja apa kehendaknya atau dibiarkan saja berbuat
sesukanya, dengan maksud untuk menghindarkan persengketaan antara dia dengan
orang dewasa, maka tindakan yang digambarkan itu hanya merupakan pengunduran
sengketa itu saja, yang nantinya akan timbul lagi dengan kuat.
Sriyanti ( 2014: 61 ) menyatakan bahwa : sifat khas anak usia
prasekolah yaitu :
- Daya fantasinya tinggi
- Rasa ingin tahunya besar
- Daya eksperimen dan eksplorasi tinggi
- Emosi meledak-ledak
- Ingin melepaskan diri dari otoritas orang dewasa
- Daya imitasinya tinggi
- Mencurahkan enegi psikisnya pada daerah seksulitas
- Bisa bandel dan susah diatur.
- Aspek- aspek Perkembangan pada Masa Prasekolah.
Ahmadi dan
Sholeh ( 2005 : 90) menyatakan bahwa Perkembangan kejiwaan pada masa anak-anak,
terkadang disebut dengan masa anak kecil atau juga masa menjelang sekolah,
sebab masa ini saat-saat anak senang mempersiapkan diri untuk bersekolah. Demikian
pula masa ini ada yang menyebut dengan masa estetis, dikarenakan anak mulai mengenal
dunia sekitarnya terasa serba indah. Pada bab ini akan dijelaskan antara lain tentang :
- Perkembangan Tanggapan.
Mempelajari
perkembangan tanggapan anak, tidak terlepas dengan mempelajari teori-teori perkembangan pengamatan anak. Dalam
polanya kedua aspek tersebut memang berbeda tetapi antara
keduanya saling terkait dan ada kesamaan yang mendasar yakni : adanya proses
belajar mengenal atau menguasai objek., atas stimulus yang
datang kepadanya, dengan menggunakan potensi yang dimilikinya . Dan dikatakan
tanggapan itu terkait dengan pengamatan sebab tanggapan itu sendiri merupakan
hasil, kenangan dari adanya proses pengamatan.
Perkembangan tanggapan atau pengamatan anak
itu mulai fase-fase sebagai berikut :
- Global : yaitu pengamatan dari tanggapan global atau totalitas.
- Terurai : yaitu anak mulai dapat mengamati bagian-bagian perhatiannya menjadi lebih terurai pada bagian-bagian objek pengamatan, disini anak semakin kritis dan logis.
- Shinthesa atau asimilasi : yaitu anak sudah dapat membuat sintesis atau mengasimilasi antara objek total dan bagian-bagiannya., demikian pula tentang kausalitasnya. Sehingga anak pun telah dapat menghayati akan perbedaan atau kesamaan, ciri dan sifat dari bermacam-macam benda.
- Perkembangan Pikiran.
Perkembangan
pikiran ( intellect ) anak itu pada dasarnya berhubungan erat dengan
perkembangan bahasa, keduanya merupakan faktor penentu bagi seseorang dapat
menyampaikan gagasannya, keinginannya dalam mengadakan komunikasi dengan orang
lain.
Perkembangan pikirannya dapat dibedakan dengan 2 bentuk
yaitu :
- Perkembangan formal, yaitu perkembangan fungsi-fungsi piker atau alat-alat pikir anak untuk dapat menyerap menimbang,memutuskan, menguraikan, dan lain-lain. Contoh, perkembangan sistematika berfikir, teknik pengambilan keputusan, dan lain-lain.
- Perkembangan material: yaitu perkembangan jumlah pengetahuan pikir ( knowledge ) oleh seorang anak itu dapat dimiliki dan dikuasainya. Contoh, penguasaan tentang angka-angka, pendapat-pendapat, teori dan sebagainya.
Secara
keseluruhan perkembangan pikiran dapat diartikan sejalan dengan proses
perkembangan pengamatan dan tanggapan anak, maka perkembangan pikiran pun dapat
dikategorikan dengan dua tahapan yaitu :
- Berpikir secara konkret ( dengan objek yang realis ) sehingga proses berfikir anak harus dirangsang atau dituntut dengan benda atau dengan alat peraga.
- Berpikir secara simbolis atau sistematis, yaitu: anak berpikir dengan menggunakan simbol-simbol tertentu, dan sebagainya.
- Perkembangan Daya Ingatan.
Daya
ingatan anak akan bersifat tetap jika anak telah mencapai intensitar terbesar
atau terbaik dan kuat, jika anak akan mencapai intensitas terbesar atau terbaik
dan kuat, jika anak berumur antara 8-12 tahun, pada saat itu daya menghafal atau
daya memorisasi ( upaya memasukkan pengetahuan dalam tingkatan seseorang )
dapat memuat sejumlah materi hafalan sebanyak mungkin.
Sebelum
umur setengah tahun ( 0;6 ) anak pada umumnya belum mengenal benda sekitarnya
secara hakiki. Anak saat itu baru mengenal keadaan atau situasinya saja. Contoh
: seorang ibu menyodorkan sendok makan kepadanya, ia mengenal keadaan itu,
tetapi jika sendok ditaruh atau diletakkan diatas meja, maka anak sudah tidak
megenal benda itu lagi. Baru umur lebih dari
setengah tahun secara pelan-pelan anak mulai mengenal lingkungannya.
- Perkembangan Bahasa.
Sementara
anak bertumbuh dan berkembang, produk bahasa mereka meningkat dalam kuantitas,
keluasan dan kerumitannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya ditunjukkan
pada rangkaian dan percepatan perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemerolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan selanjutnya .anak akan
selalu berkembang sejajar dengan sejumlah perbendaharaan bahasanya yang sesuai
dengan lingkungannya, terutama yang bersumber dari orang tuanya, sekolah serta
lingkungannya.
5.Perkembangan
Perasaan
Bagi
anak-anak perkembangan perasaan itu sangat cepat dan besar sekali, sehingga
umumnya anak-anak akan lebih emosional dibandingkan dengan orang dewasa.
Pandangan mereka selalu optimis, cepat merasa puas, ( terutama pada anak
sekolah dasar ) sehingga mereka akan mudah merasa senang, periang, kesedihan,
dan kesusahan atau justru kesenangan orang lainpun belum mereka hayati dengan
baik-baik. Kalbu pada saat tertentu anak tahu tentang kesusahan orang lain maka
anak berusaha menekannya atau menutupnya, karena ia takut atau malu untuk ikut
merasakannya.
Perkembangan
perasaan anak akan berkembang secara bertahap, yang dimulai dari perasaan yang
lebih banyak ditunjukkan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Perkembangan
perasaan anak akan semakin baik jika ditandai adanya keseimbangan antara
perasaan dan sikap egosentrisnya dengan perasaan objektif yang ada. Anak akan
selalu membeberkan perasaannya dengan luas, terus terang apa yang sebenarnya
yang ia rasakan . ia bahagia jika ia benar – benar dalam kondisi tidak sedih.
Suasana
hari bagi seorang anak umumnya berjalan secara cepat, mudah berubah dengan
diwujudkan sebentar ketawa, sebentar menangis, dan seterusnya.
Saling bergantian perasaan-perasaan tersebut muncul, hal ini yang
sering menimbulkan kebingungan atau kebosanan para orang tua, karena orang tua
sudah dapat mengendalikan perasaannya dengan teratur.
6.Perkembangan
fantasi.
Daya jiwa anak menciptakan
tanggapan-tanggapan baru atas bantuan tanggapan-tanggapan yang telah ada ( lama
) dalam psikologi disebut fantasi.
Fantasi yang ada pada diri seseorang itu
bersifat :
- Leluasa, bebas tidak terikat, atau liar.
- Spontan terkadang tanpa disadari.
- Mudah sekali berubah.
- Bersifat menciptakan untuk sesuatu yang baru.
Ada sesuatu yang
erat hubungannya dengan fantasi anak yakni, bahwa anak-anak sering melakukan dusta
fantasi, dusta fantasi ini adalah dusta semua, ia berbuat karena tidak
disengaja. Anak tersebut belum tahu bahwa hal itu salah, atau ia berdusta itu
bukan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Hal tersebut
bias terjadi karena anak belum juga dapat membedakan antara tanggapan ingatan
dan tanggapan fantasi; atau juga dapat disebabkan reaksi menolak, takut, kurang
kuat ingatannya,sugesti, malu, dan lain-lain.
Dalam menanggapi
masalah terhadap perkembangan fantasi anak, sebaiknya diberikan kesempatan atau
dilatih untuk dikembangkan. Dan agar anak tidak terlalu terlena pada dunia
khayal yang berlebih-lebihan, maka ada baiknya juga jika dalam latihan
pengembangan fantasi agak dibatasi, tetapi tidak perlu terlalu ketat.
Sehingga
perkembangan fantasi anak akan tetap bebas leluasa tetapi terkendali atau
terarah.
7.Perkembangan
Sosial Anak.
Sebagian
psikolog beranggapan bahwa perkembangan sosial itu mulai ada sejak anak lahir
di dunia, terbukti seorang anak yang menangis, adalah dalam rangka mengadakan
kontak/hubungan dengan orang lain. Atau anak tampak mengadakan aktivitas
meraba,tersenyum bila memperoleh rangsangan dan teguran dari luar.
Selanjutnya
karena anak sudah mulai kaya akan pengalaman sosial, terkadang timbul kesukaran
bagi orang tua untuk mengatur. Anak sudah mulai dapat berontak, melawan. Suatu
ketika anak menjadi mudah keras kepala, cemburuan,dan lain-lainnya, karena pada
masa ini termasuk ada didalamnya masa kegoncangan pertama ( footzalter I) pada diri anak, yakni pada umur 3 ;0/0 ;4
tahun.
Perkembangan
sosial ini akan terus berlanjut sesuai dengan pengalamannya, sehingga ia siap
untuk bergaul dengan yang lain secara baik dan wajar.
8. Perkembangan Moral.
Menurut Robert J. Havighurst, moral yang bersumber dari adanya
suatu tata nilai adalah a value is an obyect estate or affair wich is
desired ( tata nilai dalah suatu objek rohani atas suatu keadaan yang
diinginkan ).
Maka kondisi
atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang
baik, sesuai dengan nilai-nilai ( value ) yang diinginkan itu disebutnya
sebagai moral.
Dengan demikian
perkembangan moral seseorang itu berkaitan erat dengan perkembangan sosial
anak., disamping pengaruh kuat dari perkembangn pikiran, perasaan serta kemauan
atas hasil tanggapan dari anak.
Contoh : adanya
kontak dengan orang lain, pada gilirannya akan muncul pula rasa untuk saling
menghargai,saling tolong menolong, dan lain-lain.
Bagi seorang
anak perkembangan moral itu akan dikembangkan melalui pemenuhan, kebutuhan
jasmaniyah ( dorongan nafsu fisiologi ), untuk selanjutnya dipolakan melaui
pengalaman dalam lingkungan keluarga, sesuai dengan nilai-nilai yang
diberlakukannya. Maka disinilah sebenarnya letak peranan utama bagi orang-orang
yang paling dekat atau akrab dengan anak ( terutama ibu ) dalam memberikan
dasar-dasar pola perkembangan moral anak berikutnya.
Adapun
nilai-nilai ( selain nilai fisiologis ) bagi seorang anak perkembangan
berikutnya akan selalu berada sejajar dengan nilai-nilai yang mendasari tadi.
9. Masalah
Permainan.
Permainan adalah
suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak diri
sendiri, bebas tanpa paksaan dengan bertujuan untuk memperoleh kesenangan pada
waktu mengadakan kegiatan tersebut.
Permainan cukup
penting bagi perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu perlu kiranya bagi
anak-anak untuk diberi kesempatan dan sarana didalam kegiatan permainannya.
Secara fungsional kegiatan bermain dan bekerja mengandung perbedaan cukup
mendasar, sebab bekerja itu lebih diarahkan kepada hasil yang akan dicapai ,
disamping adanya keterkaitan yang lebih ketat dari pada sebuah permainan.
Ahmadi dan
Ardian ( 1988 : 82) menyatakan bahwa , nilai permainan bagi anak yaitu:
- Permainan adalah salah satu syarat yang penting untuk membawa anak dalam suasana kemasyarakatan.
- Dalam melakukan permainan anak dapat mengetahui kekuatannya sendiri dan ia dapat mengenal barang-barang yang terdapat disekelilingnya.
- Dalam permainan anak dapat mengembangkan fantasi dan potensi-potensi yang lain.
10. Perkembangan Keberagamaan Anak.
Sebenarnya
potensi keberagamaan bagi seorang anak telah ada semenjak anak lahir ke dunia,
ia memiliki ”fitrah” untuk beriman kepada Tuhan. Tinggal persoalannya usaha
pengembangan serta pemeliharaan potensi ( perasaan religious ) tersebut yang
ada pada seseorang. Maka disinilah peran utama orang tua untuk berupaya
menanamkan ajaran-ajaran islam kepada anaknya.
- Ciri-ciri Perkembangan Anak Prasekolah.
- Perkembangan fisik.
Hawadi dan Akbar
( 2001: 6 ) mengatakan bahwa Pada akhir usia 3 tahun, seorang anak memiliki
tinggi tiga kaki dan 6 inchi lebih tinggi saat ia berusia 5 tahun.
Berat badannya kira-kira 15 kg dan diharapkan menjadi 20 kg saat ia
berusia 5 tahun. Anak laki-laki akan lebih tinggi dari pada anak perempuan, namun
hal ini juga bisa berbeda karena bergantung pada perawatan dan kecenderungan
pertumbuhan anak.
- Perkembangan Motorik.
Hawadi dan Akbar
( 2001: 7 ) mengatakan bahwa perkembangan motorik tidak saja mencangkup
berjalan, berlari, melompat, naik sepeda roda tiga, mendorong, menarik, memutar
dan berbagai aktifitas lainnya. Kordinasi mata tangan, namun juga melibatkan
hal-hal seperti menggambar, mewarnai, mencoret dan kegiatan lainnya. Keterampilan
motorik berkembang pesat pada tahun ini.
- Perkembangan Intelektual.
Usia tiga- enam
tahun merupakan usia yang sangat temperamental bagi seorang anak. Rasa ingin
tahu merupakan kondisi emosional yang baik dari anak, namun yang perlu
ditekankan bahwa rasa ingin tahu tersebut dapat terkendali, jangan sampai pada
objek-objek yang biasa dikenalnya serta tentang kejadian-kejadian mekanika yang
ada disekitarnya. Usia tiga tahun, anak mulai bertanya dan mencapai puncaknya
pada usia sekitar 6 tahun. Untuk itu pada usia 3-6 tahun dusebut juga dengan
Questioning Age.
- Perkembangan Sosial.
Pada usia 3-6
tahun, anak belajar menjalin kontak sosial dengan orang-orang yang ada
disekitar mereka dan terutama dengan teman-teman sebayanya. Karena itulah masa
ini sering disebut dengan Pregang Age.
- Alasan dan Bagaimana Caranya orang tua harus berusaha untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap Al-Qur’an sejak masa Pra Sekolah.
Ahmadi dan Ardian ( 1988 : 101 )
menyatakan bahwa: Anak dilahirkan dengan membawa bakat, dan bakat itu bisa
didapatkan dari orang tuanya atau leluhurnya. Ada bakat yang baik dan ada pula
bakat yang jahat. Tetapi bakat itu tidak memastikan bentuk jiwa anak.
Pembentukan jiwa anak itu bisa
dipengaruhi oleh banyak alasan. Bakat bukanlah menjadi suatu diantara banyak
alasan yang menjalankan pengaruh atas jiwa anak tersebut. Dan pembentukan jiwa
anak yang memberi harapan ia dapat hidup bahagia dan sukses dunia akhirat,
adalah menjadi tujuan dari segala pendidikan.
Adapun bakat yang baik haruslah dipupuk
dan dipelihara dengan sebaik mungkin, sedangkan bakat yang jahat haruslah
segera dipunahkan. Tetapi jalan yang digunakan untuk mempunahkan bakat yang
jelek tersebut bukanlah dengan cara kekerasan dan pukulan, melainkan dengan
cara kebijaksanaan serta kesabaran.
Orang tua selaku pendidik perlu mengenal dengan jelas karakteristik
dari setiap anak. Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, baik dalam hal
daya tangkap maupun daya ingat. Beberapa anak memiliki kemampuan daya tangkap
yang baik tetapi memerlukan tenaga yang lebih untuk mengasah daya ingatnya.
Atau sebaliknya. Kadang ditemukan yang memiliki keistimewaan kuat dalam kedua
hal tersebut. Semua ini adalah anugerah yang diberikan Allah SWT kepada setiap
hamba-Nya. Yakinlah setiap manusia memilki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Tinggal kita yang harus pandai-pandai mengelola kemampuan yang
Allah SWT anugerahkan kepada anak-anak kita.
Rumah adalah menjadi “madrasatul ‘ula” dan orang tua
memiliki peran utama dalam memberikan teladan yang baik bagi anaknya. Orang tua
wajib menampakkan kecintaan kepada al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga anak termotivasi terus menerus dalam mencintai Al-Qur’an dan yang tak
kalah pentingnya seorang anak bisa termotivasi untuk menghafalkan kitab suci
Al-Qur’an.
Badwilan ( 2010 : 97 ) menyatakan bahwa : Pengaruh positif
Al-Qur’an sangat tampak dalam diri anak-anak, karena mereka masih mudah
dibentuk dan diajari, sebagaimana ungkapan klasik “ pengajaran pada masa kecil
laksana mengukir diatas batu ”.
Fakta pengaruh- pengaruh positif Al-Qur’an ini juga diperkuat oleh
Syekh Ahmad Abdul Azhim yang berkata, “ Anak yang menerima Al-Qur’an semenjak
masik kanak-kanak akan berbeda dengan anak yang tidak mendapatkan kebaikan ini.
Sebab, Al-Qur’an akan memberikan kekuatan mental dan akhlak kepadanya, yang
tampak ketika ia ditimpa berbagai ujian dan cobaan ”.
Dengan pemaparan diatas tentulah kita sebagai orang tua semakin
mantap untuk berupaya menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur’an. Namun
sebelum kita berupaya untuk menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur’an sejak
masa prasekolah Perlu kita ketahui terlebih dahulu , bahwa secara fitrah, orang
tua mencintai anak-anak mereka, namun tidak demikian dengan anak-anak. Sebab
naluri kasih sayang mereka kebanyakan hanya merupakan respons dari sesuatu yang
diberikan oleh orang tuanya. Untuk itu, ketika kita sebagai orang tua menginginkan
rasa cinta terhadap al-Qur’an tumbuh dalam diri anak-anak kita, maka buatlah
mereka mencintai kita sepenuhnya. Ketika kita mencintai al-Qur’an dan anak-anak
melihat dengan jelas bahwa cinta kita yang mendalam pada Kitabullah, maka
merekapun akan ikut mencintai al-Qur’an pula.
Orang tua yang biasa berinteraksi dengan Al-Qur’an, ketika anaknya
melihat secara otomatis kecintaan orang tua kepada Al-Qur’an akan dirasakan
oleh anaknya tanpa harus bersusah payah. Dan ketika anak merasa terganggu
dengan kesibukan orang tuanya membaca Al-Qur’an sehingga merasa tidak
diperhatikan, orangtua perlu mendekati dan mendekapnya kemudian memintanya
untuk mencium mushaf sehingga timbul rasa cintanya pada Al-Qur’an.
Jika rasa cinta
terhadap Al-Qur’an sudah tertanam pada diri seorang anak maka bukanlah suatu
yang tidak mungkin untuk anak dapat menghafal Al-Qur’an sejak masa prasekolah.
Terkait dengan hal itu berikut ini akan saya paparkan sebagian cara untuk dapat
menanamkan kecintaan membaca dan menghafal Al-Qur’an dalam diri anak. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
- Berniatlah dalam hati dengan niat yang tulus.Sebelum melahirkan seorang anak orang tua hendaknya berdoa berdoa kepada Allah agar dikaruniai seorang anak yang sholeh dan sholehah, yang kelak nantinya dapat menjadi seorang hafidz dan hafidzah. Dengan begitu, jika anak telah dilahirkan dan tumbuh, niscaya si orang tua akan berupaya semaksimal mungkin dan dengan segala cara agar dapat mewujudkan anaknya kelak bisa menghafal Al-Qur’an. Orang tua harus menghilangkan segala sesuatu yang dapat menghambat ataupun merintangi anaknya untuk mencapai sebuah tujuan yang mulia tersebut.
- Membiasakan diri membaca dan menyimak Al-Qur’an dihadapan anak sejak mulai masa kehamilan.Jika hal itu dilakukan terutama oleh seorang ibu yang sedang mengandung anaknya hingga anak itu mencapai umur dua tahun maka hal tersebut akan sangat membantu untuk menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur’an. Sebab, apabila anak mendengar firman allah dalam rentang waktu yang lama, maka hal itu akan membuat memori si anak terpenuhi dengan firman-firman Allah. Jika yang paling banyak memperkuat memori si anak adalah firman Allah, setelah itu orang tua haruslah membantu si anak agar dapat mengucapkan sebagian ayat-ayat Allah yang pendek serta membaca bersamanya, dengan begitu maka lidah si anak akan benar-benar menjadi terbiasa membaca Al-Qur’an, dan hatinya pun penuh dengan rasa cinta terhadap Al-Qur’an serta dipenuhi pula dengan cahaya dan petunjuk dari Allah SWT.
- Pemberian hadiah termasuk sesuatu terindah yang dapat membantu orang tua dalam menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur’an.Ketika si anak telah menghafal sebagian ayat Al-Qur’an , sekalipun dalam permulaannya dalam jumlah yang sedikit, maka saat orang tua memberikan hadiah kepadanya , haruslah dengan niat serta tujuan agar anak berkeinginan tambahan ayat dan surat- surat dalam Al-Qur’an. Namun yang perlu kita perhatikan lagi adalah kita harus berhati-hati dari berlebih-lebihan dalam memberikan hadiah, karena bisa saja jika hadiah itu melebihi dari apa yang diinginkan si anak, maka efektifitasnya kelak akan menghilang.
- Sebuah majelis seharusnya menyelenggarakan sebagian perlombaan bagi anak yang dapat menghafal Al-Qur’an.
- Menghadirkan stereo khusus bagi anak dengan mikrofonnya.Media ini lebih disukai oleh anak-anak. Masing-masing anak senang mendengar suaranya sendiri melalui pengeras suara. Pada gilirannya, kelak orang tuanya akan mendapatinya mengeraskan suaranya, sedangkan yang lainnya meniru salah seorang pembaca Al-Qur’an lainnya, dan begitu seterusnya. Akan tetapi yang penting adalah seorang anak mesti tahu bahwa ia tidak boleh menggunakannya, kecuali hanya untuk membaca Al-Qur’an.
KESIMPULAN
Anak usia
dini ( anak pra sekolah ) adalah mereka yang berusia antara 0-6 tahun, Usia
lahir sampai dengan pra sekolah merupakan masa keemasan sekaligus dengan masa
kritis dalam tahapan kehidupan manusia yang akan menentukan perkembangan anak
selanjutnya, masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar-dasar
pengembangan fisik, bahasa, sosial, emosional, moral dan nilai-nilai agama,
kognitif dan seni. Menanamkan ataupun menumbuhkan kecintaan anak terhadap Al –
Qur’an sejak masa Prasekolah sangatlah penting karena jika sejak kecil anak
sudah dibekali dengan hal-hal yang positif maka jika ia tumbuh besar nanti akan
terbiasa dengan hal-hal yang positif , yang ditanamkan sejak masa Prasekolah.
Pembentukan jiwa anak itu bisa
dipengaruhi oleh banyak alasan. Bakat bukanlah menjadi suatu diantara banyak
alasan yang menjalankan pengaruh atas jiwa anak tersebut. Dan pembentukan jiwa
anak yang memberi harapan ia dapat hidup bahagia dan sukses dunia akhirat,
adalah menjadi tujuan dari segala pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi dan Ardian . (1988). Ilmu Jiwa Anak.Bandung :CV.Armico.
Ahmadi dan Sholeh.(2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Badwilan, A.S. (2010). Bimbingan untuk Anak Bisa Menghafal
Al-Qur’an. Yogyakarta : Sabil
Hawadi dan Akbar, R.( 2006). Psikologi Perkembangan Anak.
Jakarta : Grasindo.
Patmonodewo,S.( 2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta:
PT Asdi Mahasatya.
Sriyanti, L. ( 2014). Psikologi Anak Mengenal Autis Hingga
Hiperaktif. Salatiga : STAIN Salatiga Press.
No comments:
Post a Comment