Thursday 21 April 2016

Resum buku metode studi islam

Resume buku karya DR.H. Abuddin Nata, MA yang berjudul Metodi Studi Islam dari halaman 161-183 oleh A Badrul Anwar ( 211-13-011).

Metode penelitian tafsir
Kata tafsir berasal dari bahasa arab fassara, yufassiru, fassiron yang berarti penjelasan, pemahaman dan perincian. Imam al-Zarqani mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai di kehendaki allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Az-Zarkasyi juga mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung di dalamnya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran al-Quran yang pernah dilaksanakan generasi terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya.
Dilihat dari latar belakang munculnya metode tafsir al-Quran. Penafsiran al-Quran merupakan kegiatan ilmiah yang paling tua dalam islam. Pada masa pertama penafsiran al-Quran, Rosulullah lah orang pertama yang bertugas sebagai mubayyin (pemberi penjelas) al-Quran baik dari segi arti maupun kandungan al-Quran terhadap para sahabatnya.
Sepeninggal Rosul para sahabat dalam menjelaskan persoalan terpaksa melakukan ijtihad, khususnya bagi mereka yang memiliki kemampuan seperti Ali bin Abi Tholib, Ibn’ Abbas, Ubay bin Ka’ab, dan Ibn Mas’ud. Ada juga dikalangan para sahabat yang bertanya kepada ahli kitab yang telah masuk islam seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab al- Akhbar seputar kisah umat terdahulu. Hal tersebut merupakan awal mula Israiliyyat.
Perkembangan tafsir sendiri dibagi dalam tiga periode, periode pertama yaitu pada masa Rosullullah, masa sahabat dan permulaan masa tabi’in. Periode kedua bermula pada masa pengkodofikasian hadits secara resmi pada masa kholifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H). Dimana pada masa itu penulisan tafsir bergabung dengan penulisan hadits, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadits, walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya dalah tafsir bi al-ma’tsur. Dan periode ketiga dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri. Sementara tokohnya diduga dimulai oleh al-Farra dengan kitabnya yang berjudul Ma’ani al Quran.
Muhamad Arkoun, seorang pemikir asal Al Jazair kontemporer menulis bahwa al-Quran memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tidak terbatas. Kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak. Berdasarkan adanya upaya penafsiran alquran semenjak masa Rosul hingga sekarang ini serta sifat dari kandungan al-Quran yang secara terus menerus memancarkan cahaya kebenaran itulah yang mendorong timbulnya dua kegiatan. Pertama, meneliti disekitar produk penafsiran yang dilakukan generasi terdahulu. Kedua, kegiatan penafsiran itu sendiri.
Model-model penelitian tafsir
Berikut merupakan model-model penasiran oleh para ulama tafsir, yaitu :
1.      Model Quraisb Shihab
H.M Quraisb shihab lahir tahun 1944. Beliau merupakan pakar dibidang tafsir dan hadits se-Asia Tenggara. Beliau banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya penafsiran ulama terdahulu. Misalnya tafsir Muhammad Abduh dan H Rasyid Ridha dengan judul tafsir al-Manar. Model yang dilakukan oleh beliau adalah banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun yang lainnya. Hasil yang diperoleh dari tafsir al-Manar yaitu menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh merupakan seorang mufassir yang banyak mengandalkan akal, menganut prinsip “ tidak menafsirkan ayat-ayat yang kandungannya tidak terjangkau oleh akal manusia, tidak pula ayat-ayat yang samar atau tidak terperinci dalam al-Quran.
Dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraisb Shihab berhasil meneliti seluruh karya tafsir para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan antara lain, (1) Periodisasi perkembangan dan pertumbuhan tafsir. (2) Corak-corak penafsiran. (3) macam-macam metode penafsiran al-Quran. (4) syarat-syarat dalam menafsirkan al-Quran dan (5) hubungan tafsir modernisasi.

Corak-corak penafsiran

Berdasarkan penelitian Quraisb Shihab menyatakan bahwa corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain :
1.      Corak sastra bahasa
2.      Corak filsafat dan teologi
3.      Corak penafsiran ilmiah
4.      Corak fikih atau hukum
5.      Corak tasawuf
6.      Bermula pada syekh muhammad abduh

Macam-macam metode penafsiran al-quran
Berdasar penelitian quraisb shihab metode penafsiran secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu corak ma’tsur (riwayat) dan corak penalaran.
1)       Corak ma’tsur
Keistimewaan metode ini antara lain ;
a)      Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-quran
b)       Memaparkan ketelitian radaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya
c)      Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasinya terjeruus pada subjektivitas berlebihan
Kelemahan metode ma’tsur antara lain :
a)      Terjerumusnya seorang mufasir kedalam uraian kebahasaan dan kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok alquran menjadi kabur dicelah uraian tersebut.
b)      Seringkali konteks turunnya ayat atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa budaya.
2)       Metode panalaran ; pendekatan dan corak-coraknya
Banyak cara pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan penalaran, shingga akan sangat banyak apabila kita bermaksud menelusuri satu persatu. Al Famawi membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kedalam 4 macam, yaitu :
a)      Metode tahlili
Kelebihan metode ini yaitu adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalluui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu. Penafsiran menyangkut segala aspek yang ditemukan oleh mufasir dalam setiap ayat. Analisi yang dilakukan secara mendalam sejalan dengan keahlian, kemampuan dan kecenderungan mufasir. Walau dinilai luas, namun tidak menyelesaikan pokok bahasan karena seringkali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.
b)      Metode ijmali
Metode ijali atau yang sering disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat al-quran dengan menunjukan kandungan makna yang terdapat dalam suatu ayat secara global.dengan metode ini mufasir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
c)      Metode muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakikan dengan cara membandingkan ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama atau diduga sama, dan membandingkat ayat al-Quran dengan hadits Nabi yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Quran.
Sejalan dengan kerangka diatas, maka prosedur tafsir muqarin sebagai berikut :
                                                        i.            Menginventarisir ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi;
                                                      ii.            Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat tersebut;
                                                    iii.            Mengadakan penafsiran.
d)      Metode maudhu’i
Menurut Quraisb Shihab metode maudhu’i adalah pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Quaran dengan menjelaskan tujuan-tuJannya secara umum dan yang merupakan tema sentralnya serta menghubungkan persoalan yang beraneka ragam yang terdapat dalam surat tersebut antara satu dengan ayat lainnya dan juga dengan tema tersebut sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat al-Quran yang membahs satu masalah tertentu dalam berbagai ayat atau al-Quran dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutannya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut guna menarik petunjuk al-Quran secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.



2.      Model Ahmad Syarbashi

Pada tahun 1985 beliau melakukan penelitian tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana yang dilakukan oleh Quraisb Shihab. Sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis ulama tafsir seperti Ibn Jarir at-Thabari, al-Zamarkasyi, Jalaluddin al-Suyuthi, al-Raghib al-Ashfahani, al-Syatibi, Haji Khalifah dan lain-lain. Hasil penelitiannya ini mencakup tiga bidang. Pertama mengenai sejarah penafsiran al-Quran dibagi kedalam tafsir masa sahabat Nabi. Kedua mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi dan tafsir politik. Ketiga mengenai gerakan pembaruan dibidang tafsir.
Pada zaman Rosul tafsir disusun pendek dan tampak ringkas, karena penguasaan bahasa arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat al-Quran. Pada masa sesudah itu akibat pertumbuhan islam yang pesat maka penguasaan bahasa aran semakin menurun karna terdapat percampuran dengan orang dari Negara lain, hal tersebut memunculkan kaidah-kaidah bahsa arab seperti ilmu nahwu, balaghah dan sebagainya.
Tentang tafsir ilmiah, beliau mengatakan sudah dapat kita pastikan bahwa dalam al-Quran tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan bermacam-macam kenyataan ilmiah. Munculnya tafsir ilmiah ini antara lain didasarkan pada data kitab tafsir ar-Razi. Tafsir sufi, as-Syarbashi mengatakan ada kaum sufi yang sibuk  menafsirkan huruf-huruf al-Quran dan berusaha menerangkan hubungan yang satu dengan yang lainnya. Adanya tafsir sufi tersebut belia mendasarkan kepada kitab-kitab karangan para ulama sufi. Mengenai tafsir politik as-Syarbashi mendasarkan pada pendapat kaum khawarij dan lainnya yang terlibat dalam politik dalam memahami ayat-ayat al-Quran. Yang terkhir mengenai gerakan pembaharuan, as-Syarbashi mendasarkan pada beberapa karya ulama yang muncul pada awal abad 20. Ia menyebutkan Sayyid Rashid Ridha murid Muhammad Abduh yang mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah gurunya kedalam majalah al-Manar.itu merupakan langkah pertama, selanjutnya beliau menghimpun dan menambahkan penjelaskan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang dibei nama tafsir al-Manar, yaitu kitab yang mengandung pembaharuan dan sesuai dengan perkembangan zaman.
3.      Model Syaikh Muhammad al-Ghazali.
Al-Ghazali merupan pemikir islam abad modern yang produktif. Salah karyanya dibidang tafsir yaitu berjudul berdialog dengan al-Quran. Al Ghazali juga membagi periode metode klasik dan modern dalam memahami al-Quran. Peroide klasik adalah periode memahami al-Quran para ulama terdahulu. Selanjutnya al-Ghazali mengemukakan adanya metode modern dalam memahami al-Quran. Metode modern ini timbul sebagai akibat dari adanya kelemahan pada metode sebelumnya.
Berangkat dari kelemahan metode tafsir pada masa lalu, terutama jika dikaitkan dengan keharusan memberikan jawaban terhadap berbagai masalalah kontemporer dan modern. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pemikiran manusia adalah relatif dan spekulatif, bisa benar juga bisa salah. Keduanya memilki bobot yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Disisi lain kita juga tidak menutup mata terhadap adanya manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran keagamaan lainnya, bila semua itu menggunakan metode yang tepat. Itulah kesimpulan dan saran yang dikemukan oleh Muhammad al-Ghazali dari hasil penelitiannya.

4.      Model Penelitian Lainnya
Selanjutnya dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama terhadap aspek-aspek tertentu dari al-Quran. Diantaranya ada yang memfokuskan pada kemukjizatan al-Quran, metode-metode, kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Quran, kunci-kunci untuk memahami al-Quran serta ada pula khusus meneliti mengenai corak dan arah penafsiran al-Quran yang khusus terjadi pada abad keempat.
Amin Abdullah dalam bukunya yang berjudul studi agama juga telah melakukan penelitian deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Beliau mengatakan perjalanan penulisan tafsir zaman pertengahan agaknya tidak terlalu meleset jika dikatan bahwa dominasi penulisan tafsir al-Quran secara leksiografis (lughowi) lebih menonjol. Selanjutnya beliau mengtakan meskipun begitu, masih perlu digaris bawahi bahwa karya tafsir mutakhir ini kaya dengan metode komparatif didalam memahami dan menafsirkan arti suatu kosakata al-Quran.
Tanpa harus mengucilkan para ulama tafsir yang bercorak leksiografis, corak penafsiran seperti ittu dapat membawa kita kepada pemahaman al-Quran yang kurang utuh karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh dan terpadu dari ajaran al-Quran yang fundamental.




No comments:

Post a Comment