Thursday 21 April 2016

Makalah Fiqih Munakahah tentang Khulu'

PENDAHULUAN
Nikah merupakan suatu ibadah yang dianjurkan oleh agama dan sebagai wujud ittiba’ rosul. Tujuan dari nikah itu sendiri adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah dan juga membentuk keturunan yang kuat dalam beragama. Namun seiring berjalannya waktu banyak masalah yang timbul ketika dua orang telah menikah tersebut menemui suatu masalah yang sukar unuk dihadapi. Kadang hal tersebut membuat seorang istri mengajukan permintaan cerai terhadap sang suami. Apalagi sekarang, hal tersebut sudah menjadi fenomena yang tak asing lagi. Banyak sosial media yang menayangkan tentang kasus-kasus perceraian yang didasari permintaan seorang istri keapada suaminya untuk bercerai. Dari banyak hal tersebut penulis mencoba menjelaskan mengenai permintaan cerai seorang istri kepada suaminya, atau dalam istilah fiqih disebut khulu’.
PEMBAHASAN
1.       Pengertian khulu’
Khulu’ mempunyai arti menanggalkan pakaian atau membuka pakaian. Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin khulu’ merupakan suatu bentuk dari putusnya perkawinan, namun beda dengan bentuk lain dari putusnya perkawinan itu, dalam khulu’ terdapat uang tebusan atau ganti rugi atau iwadh. Khulu’ juga diartikan talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya atas permintaan istri dengan adanya pembayaran sejumlah harta kepada suami.
2.       Hukum khulu’
Jumhur Ulama berpendapat bahwa khulu’ diperbolehkan. Dasar dari kebolehan khulu’ yaitu terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229 :
Artinya : jika kau khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah SWT, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Nabi Muhammad juga membolehkan khulu’ tersebut. Dasar kebolehan tersebut sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Bukharidari Anas bin Malik : istri Tsabit bin Qais datang mengadu kepada Nabi SAW dan berkata : “ wahai Rosul Allah Tsabit bin Qais itutudak ada kurangnya dari segi kelakuannya dan tidak pula dari segi keberagamannya. Cuma saya tidak senang terjadi kekufuran dalam islam.” Rosulullah bersabda : Maukah kamu mengembalikan kebunnya ? si istri menjawab : ya mau. Nabi berkata kepada Tsabit : terimalah kebun dan ceraikanlah dia satu kali cerai.
3.       Tujuan dan hikmah khulu’
Tujuan kebolehan khulu’ adalah untuk menghindakan istri dari kesulitan dan kemadhorotan yang dirasakan bila perkawinan dilanjutkan tanpa merugikan pihak suami karena dia sudah menerima iwadh dari istrinya atas permintaan cerai dari istrinya itu.
Hikmah dari hukum khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami istri. Bila suami berhak melepaskan diri dari hubungan dengan istrinya menggunakan cara thalaq, istri juga mempunyai hak dan kesempatan bercerai dari suaminya denga menggunakan cara khulu’.
4.       Rukun dan syarat khulu’
Khulu’ dapat dipandang sah dan jatuh, apabila memenuhi persyaratan rukun-rukunnya. Yang termasuk rukun khulu’ ada empat, yaitu : suami, istri, mukhtali’ah dan sighat khulu’ serta ‘iwadh.


a.       Suami
Para ulama sepakat bahwasannya orang yang dikhulu’ atau suami hendaknya orang yang mempunyai hak untuk mentalak. Dalam hal ini ada kaidah yang mengatakan : barang siapa yang boleh mentalak, boleh juga untuk mengkhulu’.
b.       Istri
Syarat bagi istri yang hendak mengkhulu’ :
1)      Hendaknya ia istri yang sah scara syar’i.
2)      Istri yang mengajukan khulu’ hendaknya orang yang dipandang sah untuk melaksanakan tasharuf (penggunaan) harta juga dipandang sah untuk berderma.
c.       ‘iwadh
‘iwadh adalah sebuah harta yang diambil oleh suami dari istrinya karena si istri mengajukan khulu’. Syarat dari ‘iwadh ini hendaknya harta tersebut layak untuk dijadikan sebagai mas kawin, maka dapat pula dijadikan sebagai ‘iwadh dalam khulu’.
d.       Shighat khulu’
Sighat khulu’ adalah kata-kata yang harus diucapkan sehingga terjadinya akad khulu’. Shighat khulu’ ini adlah kata-kata yang dapat digunakan sebagai ijab qabul dalam khulu’. Pada dasarnya, shighat ini harus dengan kata-kata. Namun, untuk kondisi yang tidak memungkinkan, seperti karena bisu misalnya, maka shighatnya boleh dengan isyarat yang dapat dipahami.
HAL-HAL YANG BERKENAAN DENGAN KHULU’
1.       Waktu terjadinya khulu’
Khulu’ dapat dilaksanakan kapan saja tanpa terkait waktu tertentu, khulu’ adalah perceraian yang diminta oleh istri yang dengan sendirinya dia telah menerima resiko apapun atas permintaannya itu, termasuk perpanjangan masa iddah.
2.       Bentuk perceraian
Bila telah diucapkan shigat khulu’ oleh suami atas permintaan sendiri oleh pihak istri, suami telah pula menerima tebusan, maka perkawinan putus dalam bentuk thalaq bain shugra, dalam arti tidak boleh rujuk, namun dibolehkan melangsungkan pernikahan sesudah itu tanpa muhallil.
3.       Rujuk sesudah khulu’
Sebagian ulama diantaranya berpendapat bahwa suami mempunyai hak pilih antara menerima iwadh dan menolaknya. Kalau suami menerima iwadh dia tidak memiliki hak untuk ruju’ , sedangkan bila ia menolak iwadh yang diberikan istrinya, maka ia berhak untuk ruju’.
4.       Pelaksanaan khulu’
Jumhur ulama serta satu riwayat oleh Imam Ahmad mengatakan bahwa khulu’ itu dapat dilakukan sendiri antara suami dan istri dan tidak harus didepan hakim atau oeleh hakim.




KESIMPULAN
Khulu’ dapat diartilkan talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya atas permintaan isti dengan pembayaran sejumlah harta kepada suami. Menghkhulu’ istri dapat dilakukana sewaktu-waktu.
Hukum khulu’ menurut jumhur ulama adalah boleh. Dasar kebolehan khulu’ berdasarkan al-Quran dan Sunah.
Tujuan dari kebolehan khulu’ adalah untuk menghindarkan istri dari kesulitan dan kemadhorotan. Sedangkan hikmah dari hukum khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami.
Selain itu khulu’ mempunyai rukun dan syarat khulu’. Dan khulu’ itu dapat dilakukan sendiri antara suami dan istri dan tidak harus di depan hakim atau oleh hakim.

No comments:

Post a Comment