Thursday 21 April 2016

Makalah Mudhaf Ilaih

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang mudhaf dan mudhaf ilaih. Tapi sebelum kita mengenal yang di namakan mudhaf dan mudhaf ilaih, alangkah baiknya jikalau kita terlebih dulu mengerti tentang idhafah. Karena jikalau kita sudah mengerti tentang idhafah, kita pasti tau apa yang di maksud dengan mudhaf dan mudhaf ilaih. banyak orang yang belum bisa membedakan antara mudhaf dan mudhaf ilaih, karena tidak mudah untuk membedakan mudhaf dan mudhaf ilaih, dengan mempelajari idhafah tentu saja kita akan mengetahui antara mana yang mudhaf dan mudhaf ilaih. Dan dengan kita mempelajari idhafah ini kita di harapkan bisa mengetahui susunan bahasa arab yang baik dan yang benar. Karena dengan bahasa yang baik orang bisa mengerti apa yang kita ucapkan dan kita sampaikan.
B.      Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud idhafah ?
2.         Apa pengertian Mudhaf dan Mudhaf ilaih ?
3.         Apa saja macam – macam bentuk mudhaf ilaih ?
C.     Tujuan
1.         Mengetahui maksud idhafah
2.         Mengetahui pengertian antara mudhaf dan mudhaf ilaih
3.         Mengetahui macam – macam bentuk mudhaf ilaih
.



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Idhafah
Idhafah menurut bahasa adalah penyandaran sesuatu pada sesuatu yang lain, sedangkan menurut istilah adalah  nisbat taqyidiyyah antara dua isim yang menyebabkan jernya isim yang kedua selama-lamanya. Atau menyandarkan isim satu pada yang lain dengan menempatkan isim yang kedua dari isim yang awal seperti tempatnya tanwin atau yang menggantinya seperti nun tasniyyah dan nun jamak, bahwa ikrabnya adalah pada lafadz yang pertama, sedangkan isim yang kedua adalah menetapi tingkah yang satu yaitu di baca jer, kemudian isim yang awal di namakan mudhaf dan isim yang kedua di namakan mudhaf ilaih.[1]
Idhafah mempunyai makna 3 (tiga) :
a.       Menyimpan makna laam (اللام) yang memiliki arti al-milk (kepemilikan), seperti : غلام زيد (pembantu (yang dimiliki oleh zaid), atau al-ikhtishoh(kekhususan), seperti باب دار (pintu (yang di khususkan untuk) rumah).
b.      Menyimpan makna minمن  yang mempunyai arti al-bayaniyah(menjelaskan lafadz sebelumnya) dengan syarat mudhaf ilaih merupakan satu jenisdari mudhaf, seperti : حاتم حديد (cincin (yang terbuat dari) besi).
c.       Menyimpan makna fii (فى) yang mempunyai arti dharfiyah (keterangan waktu) dengan syarat mudhaf ilaih merupakan dharaf dari mudhaf, seperti بل مكر الليل (tapi tipu daya (di waktu) malam hari).[2]
B.      Pengertian Mudhaf dan Mudhaf ilaih
Mudhaf adalah isim yang berada di awal dalam keadaan nakirah (tapi tanpa tanwin), sedang yang di sebut Mudhaf ilaih adalah isim yang kedua yang terletak setelah mudhaf. Yang lebih gampang nya kalau mudhaf itu yang di sandarkan atau yang di gabungkan, sedangkan mudhaf ilaih yaitu yang kena sandaran.
Contoh nya : كتاب زيد
Lafadz kitabu(كتا ب) : Mudhaf, Lafadz zaidun (زيد ) ; Mudhaf ilaih
Isim yang awal atau Mudhaf ikrab nya adalah mengikuti amil yang jatuh sebelumnya, dan isim yang kedua atau mudhaf ilaih adalah irab nya wajib di baca jer.
Para ulama’ nahwu berselisih pendapat tentang yang mengejerkan mudhaf ilaih. Menurut sebagian di antara mereka ada yang mengatakan bahwa mudhaf ilaih di jer kan oleh huruf yang di perkirakan keberadaan nya, yaitu lam atau min, atau fii, ada juga yang mengatakan bahwa mudhaf ilaih di jer kan oleh mudhaf, pendapat ini adal pendapat yang shahih di antara pendapat – pendapat yang lainnya.[3]
Di dalam tarkib idhafah apabila mudhaf itu berupa isim sifat, yang menyerupai fiil mudharek yaitu seperti isim fail, isim maf ul, atau isim sifat musbihat yang bimakna hal atau istiqbal maka mudhaf tersebut nakirahnya tidak bisa hilang atau tidak bisa menjadi makrifat, baik di mudhafkan pada isim makrifat maupun isim nakirah. Jadi mudhaf tersebut tetap nakirah, karena mudhaf yang berupa isim sifat tersebut adalah di kira-kirakan pisahnya sebab wujudnya dhamir yang di simpan, misal isim fail :  هدا رجل وضارب زيد الان

Dan bisa di ketahui nakirahnya yaitu sebab di masuki lafadz رب. Bila mudhaf tidak berupa isim sifat atau berupa isim sifat yang menunjukan zaman madhi maka idhafahnya dinamakan idhafah mahdah.
Idhafah yang mudhafnya berupa isim sifat tersebut adalah dinamakan idhafah lafdiyah dan ghairu mahdhah dan majaziyyah. Di namakan lafdziyyah karena kembalinya adalah pada lafadz seperti littahfif wattahsin, dan dinamakan gairu mahdhah karena tidak berfaidhah takhsis dan takrif, dinamakan majaziyyah karena dikira-kirakan pisah dengan wujudnya dhamir yang disimpan,
Sedangkan idhafah yang telah lewat yaitu idhafah yang mudhaf nya tidak berupa isim sifat itu adalah dinamakan idhafah mahdhah maknawiyah wahakikiyyah. Dinamakan makhdah karena idhafah tersebut sunyi dari terpisah. Dinamakan hakikiyah karena idhafah tersebut adalah memang sungguh-sungguh sunyi dari terpisah, karena tidak wujud damir yang disimpan.
C.      Macam – macam Bentuk Mudhaf ilaih
Macam – macam bentuk mudhaf ilaih
a)      Mu’rob
Mudhof ilaihi yang berbentuk isim mu’rab harus selalu majrur.
Contoh:كِتَابُ الْمُسْلِمِ, كِتَابُ الْمُسْلِمَيْن, كِتَابُ الْمُسْلِمِيْنَ, حَدِيْثُ عَائِشَةَ
b)      Mabni
Mudhof ilaihi yang berbentuk isim mabni tidak mengalami perubahan harokat akhir (sesuai bentuk aslinya).
Contoh: كِتَابُكِ  (Kitabmu wanita).
D.     Macam-macam idhafah
Idhafah ada (2) macam: lafdziyyah dan maknawiyah.
a)      Al-idhafah al-lafdiyyah adalah susunan mudhaf dan mudhaf ilaih, di mana mudhaf berupa isim sifat dan mudhaf ilaih berupa ma’mulnya. Seperti ضارب زيد (orang yang memukul zaid).
Idhafah lafdziyyah tidak memberikan faidah ma’rifat maupun takhshis. Fungsinya hanya untuk meringankan pelafalan.
b)      Al-idhafah al-ma’nawiyyah adalah susunan mudhaf dan mudhaf ilaih yang tidak berupa isim sifatdan makmulnya. Seperti: غلام زيد (pembantu-nya zaid).[4]
           Idhafah maknawiyyah memberikan faidah ma’rifat (jelas), jika mudhafnya berupa isim makrifat (jelas), jika mudhafnya berupa isim makrifat dan memberikan faidah takhshish (khusus), jika mudhaf nya berupa isim nakirah.[5]
E.      Hukum mudhaf dan mudhaf ilaih
1). Hukum Mudhaf
a)    mudhof tidak didahului alif lam (ال).
Contoh:Mudhof= البَابُMudhof ilahi= الْمَسْجِدُ, Susunan idhofahnya adalah, بَابُ الْمَسْجِد  (Pintu Masjid)
b)   Akhiran pada mudhof dalam idhofah tidak boleh tanwin.
Contoh:Mudhof: حَقِيْبِةٌ, Mudhof ilaihi=  مُحَمَّدٌSusunan idhofahnya adalahحَقِيْبَةُ مُحَمَّدٍ  (Tas Muhammad)
c)    Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah.
Contoh: Mudhof= كِتَابَانِMudhof ilaihi= مُحَمَّدٌSusunan idhofahnya adalah كِتَابَامُحَمَّد (kitab muhammad).
2). Sedangkan aturan mudhof ilaih yaitu:
a.) Diawali dengan alif lam (ال).Selalu menempati status majrur (yaitu menggunakan tanda kasrah)
Contoh: الجَامِعَةِ, (kampus) ,المَكْتَبِ (kantor)  diawali dengan alif lam dan berharokat kasroh.
b.) Tidak diawali alif lam (ال) tetapi harokat kasroh tanwin.
Contoh : مُحَمَّدٍ (Muhammad), بَيْت (rumah) tidak boleh menggunakan alif lam.
c.) Tidak berupa kata sifat, sebab apabila berupa kata sifat, susunannya berupa menjadi bukan lagi idhofah.











BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Di dalam tarkib idhafah itu ada dua unsur yaitu mudhaf dan mudhaf ilaih, mudhaf itu isim yang di awal sedangkan mudhaf ilaih isim yang kedua. Mudhaf ikrabnya adalah mengikuti amil yang jatuh sebelumnya, dan isim yang kedua atau mudhaf ilaih ikrabnya adalah wajib di baca jer.
      Dan tarkib idhafah itu adalah menyimpan maknanya huruf jer, min, atau fii, dan bila tidak patut menyimpan maknannya huruf jer min atau fii adalah menyimpan maknannya huruf jer lam. Dan idhafah ada 2 macam yaitu: lafdziyyah dan maknawiyyah.
B.      Saran
Kami mengharapkan agar apa yang telah dijelaskan diatas dapat dipahami oleh pembaca sekalian dan pendengar sekalian, sekaligus semoga bermanfaat bagi kita semua. Selanjutnya, kritik dan saran dari pembaca dan pendengar sangatlah kami harapkan guna memperbaiki dalam membuat makalah berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Bahauddin, 2013. Terjemah Alfiyyah Syarah Ibnu Aqil. Bandung. Sinar Baru Algensindo.
Dawud shonhaji, Muhammad. 2013. Matan Jurumiyah. Jati rogo tuban jawa timur. Kampoengkyai.
Husain, Syarifuddin. 1413 h. Mihnatul Malik. Semarang. Toha putra.
Ibnu khodimain, 2012. Risalatul Akhlam. Sarang rembang. Maktabatil Anwariyyah.















[1] Syariffuddin Husain, Mihnatul Malik, hlm.155
[2]Syeh muhammad bin dawud sonhaji, Matan jurumiah, hlm.145
[3]Bahauddin Abdullah ibnu Aqil, Terjemah Alfiyyah syarah ibnu aqil, hlm. 493
[4] Ibnu Khodimain, Risalatul Aklam, hlm. 69
[5] Syeh Muhammad Shonhaji, Matan jurumiyyah, hlm. 146

No comments:

Post a Comment