Monday 26 October 2015

Makalah Psikologi Pengondisian Klasik


PENGONDISIAN KLASIK

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Psikologi

Dosen Pengampu:

Reza Ahmadiansyah, M.Si.


Oleh:



Ir’addin                                   (230-10-15-0067)



FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM (PAI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI

SALATIGA

2015



BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

            Manusia adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya sendiri dan sesamanya.
Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk memahami manusia. Tetapi tidak semua upaya tersebut membawa hasil, namun upaya pemahaman tentang manusia tetap memiliki arti penting dan tetap harus dilaksanakan. Bisa dikatakan bahwa kualitas hidup manusia, tergantung kepada peningkatan pemahaman kita tentang manusia. Dan psikologi, baik secara terpisah maupun sama-sama dengan ilmu-ilmu lain, sangat berperan secara mendalam dalam penganganan masalah kemanusiaan ini.

            Dalam konteks ini ,jhon watson mendukung studi perilaku. Alasannya adalah semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui respons, dan respons-respons tertentu biasanya disebabkan oleh peristiwa (stimuli) tertentu. Setelah mendalami studi perilaku, watson menemukan riset refleks motorik dari psikolog rusia, V.M. Bekheterev. Karya Bekheterev adalah penting karena dia berhasil memanipulasi reaksi behavioral di dalam laboratorium.

B.Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian tentang pengondisian klasik
  2. Teori yang apa saja yang terkandung
  3. Apa yang di maksud komponan pengondisian klasik
  4. Terapi apa yang ada di  pengondisian klasik

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Pengondisian Klasik

            Pengondisian klasik adalah suatu proses belajar yakni stimulus netral dapat memunculkan respon baru setelah dipasangkan dengan stimulus yang biasanya mengikuti respon tersebut. Pengondisian klasik ini pada mulanya ditemukan oleh Ivan Pavlov, fisiolog dari Rusia ketika sedang melakukan penelitian eksperimen mengenai proses produksi air liur pada anjing. Ia melihat bahwa anjing tersebut tidak hanya merespon berdasarkan kebutuhan biologis (rasa lapar), tetapi juga sebagai hasil dari proses belajar yang kemudian disebut sebagai pengondisian klasik. Dalam ilmu psikologi, pengondisian klasik digunakan sebagai terapi untuk mengubah perilaku individu.

            Pada awal karirnya, Ivan Pavlov bukanlah peneliti di bidang psikologi. Ia adalah fisiolog yang mempelajari sistem pencernaan pada anjing. Pada eksperimennya, Pavlov memasang sebuah selang pada kelenjar liur seekor anjing untuk mengukur jumlah produksi air liur anjing tersebut. Ia membunyikan sebuah bel dan setelah beberapa detik kemudian memberikan makanan kepada anjing tersebut. Pemasangan stimulus antara membunyikan sebuah bel dan memberikan makanan kepada anjing tersebut dilakukan berulang kali dan direncanakan dengan sangat hati-hati. Pada awalnya, anjing tersebut akan mengeluarkan air liur ketika makanan telah dimunculkan. Tidak lama kemudian, anjing tersebut mengeluarkan air liur ketika mendengar suara bel. Bahkan pada eksperimennya, ketika Pavlov menghentikan pemberian makanan, anjing tersebut masih mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel. Anjing tersebut telah mengalami pengondisian klasik dalam mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel. Berkat eksperimennya, pada tahun 1904 Ivan Pavlov memenangkan hadiah Nobel di bidang psikologi dan kedokteran atas karyanya mengenai pencernaan. [1]



B.Teori Pengondisian Klasik


 Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi di Institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes (1927).


            Classic conditioning (pengondisian klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Teori ini disebut classical karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai karya Ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning (upaya pembiasaan) serta untuk membedakan dari teori conditioning lainnya.

 
            Untuk memahami teori pengondisian klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus - UCS ), yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun contohnya makanan dan stimulus terkondisi (conditioned stimulus- CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contohnya suara bel sebelum makanan datang).[2]

 
            Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

 
            Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang didengarkan bunyi bel terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperdengarkan bel saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.

  
            Makanan adalah rangsangan wajar, sedang bel adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.

  
            Berdasarkan eksperimen dengan menggunakan anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. Hal ini dikarenakan classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.

 
            Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya itu juga dapat diterapkan kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada kegiatan belajar manusia adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus dan respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.[3]

 
            Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.

a. Generalisasi  
             Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara  yang mirip dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa.

b.Deskriminasi
        Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, peserta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian matematika dan bahasa Indonesia karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.

c.Pelemahan (extinction)

Proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur.



C.Komponen Pengondisian Klasik

            Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing tersebut terdiri dari sebuah stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus) berupa makanan, dan sebuah respon yang tidak terkondisi (unconditioned response) yakni produksi air liur. Stimulus tidak terkondisi adalah sebuah kejadian atau suatu hal yang menghasilkan sebuah respon secara otomatis atau menghasilkan refleks yang alami. Sedangkan respon tidak terkondisi adalah respon yang dihasilkan secara otomatis. Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi ketika sebuah stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan sebuah respon tertentu) dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus tidak terkondisi selama beberapa kali. Stimulus netral ini kemudian akan berubah menjadi stimulus yang terkondisi (conditioned stimulus) yang menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau respon terkondisi (conditioned response), serupa dengan respon alamiah. Contoh pada eksperimen Pavlov adalah bel yang dibunyikan. Sebelumnya bel yang dibunyikan tidak menghasilkan air liur pada anjing. Bel ini kemudian menjadi sebuah stimulus terkondisi yang menghasilkan respons produksi air liur.

Pavlov mencatat bahwa respon terkondisi juga akan muncul sebagai respon terhadap stimulus yang mirip dengan stimulus terkondisi. Hal ini mengindikasikan terjadinya generalisasi stimulus (stimulus generalization) pada semua stimulus yang mirip. Generalisasi stimulus adalah kemampuan individu untuk bereaksi terhadap stimulus baru yang mirip dengan stimulus yang telah dikenalinya. Contohnya adalah seorang anak kecil bernama Albert yang sudah terkondisi untuk merasa takut terhadap tikus berwarna putih, kemungkinan juga ia akan mengembangkan ketakutan terhadap benda lain yang berbulu dan berwarna putih. Akan tetapi respons terkondisi tidak akan muncul untuk semua stimulus yang mirip, menunjukkan bahwa individu juga dapat belajar untuk membedakan stimulus yang berbeda. Hal ini disebut sebagai diskriminasi stimulus (stimulus discrimination). Diskriminasi stimulus adalah kecenderungan untuk merespon dengan cara yang berbeda pada dua atau lebih stimulus yang serupa. Sebagai contoh anjing bernama Milo telah dikondisikan untuk mengeluarkan air liur pada nada C suara piano dan dipasangkan dengan makanan. Ketika memainkan nada C pada suara gitar tanpa diikuti oleh makanan maka hasilnya adalah Milo akan belajar untuk menghasilkan air liur pada nada C di piano dan tidak pada nada yang sama ketika memainkan pada suara gitar. Dalam hal ini Milo dapat membedakan atau melakukan diskriminasi terhadap kedua suara tersebut. [4]

  1. extintion

Extinction (pemadaman) adalah proses melemahnya respon terkondisi yang telah dipelajari dan pada akhirnya menghilang.[2] Kondisi ini terjadi ketika stimulus terkondisi tidak lagi dipasangkan dengan stimulus tidak terkondisi. Misalnya korban pemerkosaan yang mempunyai kepribadian penakut ketika pergi ke suatu pesta dapat mengalami perubahan kepribadian yang signifikan jika ia mau mencoba untuk berulang kali menghadapi ketakutannya dengan ditemani oleh teman yang mendukungnya.

  1. conterconditioning

Counterconditioning merupakan prosedur dalam pengondisian klasik untuk melemahkan sebuah respon terkondisi dengan mengasosiasikan stimulus penyebab ketakutan dengan respon baru yang tidak sesuai dengan ketakutan. Seorang peneliti bernama Mary Cover Jones mampu menghilangkan ketakutan seorang anak berusia 3 tahun bernama Peter. Peter memiliki banyak ketakutan terhadap tikus putih, mantel berbulu, katak, ikan dan mainan mekanik. Untuk menghilangkan ketakutannya, Jones membawa seekor kelinci ke hadapan Peter, namun tetap menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dan membuat Peter kesal. Di saat yang sama ketika kelinci dibawa ke hadapan Peter, Peter diberikan biskuit dan susu. Selama beberapa hari berturut-turut, kelinci dibawa semakin dekat kepada Peter selama Peter makan biskuit dan minum susu. Akhirnya, Peter sampai pada suatu titik ia memakan makanannya dengan satu tangan, dan memberi makan kelinci dengan tangannya yang lain. Perasaan senang yang dihasilkan oleh biskuit dan susu tidak sesuai dengan rasa yang takut dihasilkan oleh kelinci, sehingga kahirnya rasa takut Peter hilang melalui counterconditioning.

D.Terapi Perilaku Pengondisian Klasik

             Terapi perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku maladaptif. Beberapa perilaku terutama rasa takut dapat dipelajari melalui pengondisian klasik. Bila rasa takut dapat dipelajari, maka tentu saja dapat dibalikkan dengan prinsip yang sama juga. Beberapa terapi perilaku yang menggunakan pengondisian klasik adalah desensitisasi sistematis dan pengondisian aversif.

a.Deaensitisasi

Desensitisasi sistematis (systematic desensitization) adalah sebuah metode perilaku terapi yang didasarkan pada pengondisian klasik dengan membuat individu mengasosiasikan relaksasi mendalam secara bertahap dengan stiuasi yang menimbulkan kecemasan. Pada desensitisasi sistematis, terapis bertanya tentang aspek yang paling menakutkan dan paling tidak menakutkan. Lalu terapis mengatur individu dalam situasi-situasi berdasarkan daftar urutan mulai dari yang paling menakutkan hingga tidak menakutkan.

Tahap berikutnya adalah mengajarkan individu untuk rileks. Individu dapat belajar mengenali adanya kontraksi otot atau tegangan pada berbagai bagian tubuh dan kemudian bagaimana untuk menegangkan dan melemaskan otot-otot yang berbeda. Ketika individu sudah merasa rileks, terapis meminta individu untuk membayangkan stimulus yang paling kurang ditakut dalam daftar urutan. Kemudian terapis bergerak ke atas sesuai dengan daftar yang telah dibuat, dari yang paling kurang ditakuti hingga paling ditakuti. Sementara posisi klien tetap bertahan dalam kondisi rileks. Maka kemudian, individu dapat membayangkan situasi yang paling menakutkan tanpa harus merasa takut. Dengan cara ini individu belajar untuk rileks sementara, bukan mencemaskannya. Desensitisasi sitematis sering digunakan sebaga cara mengatasi fobia secara efektif seperti ketakutan memberi pidato, ketakutan akan ketinggian, ketakutan akan terbang, ketakutan akan anjing dan ketakutan akan ular. Bila individu takut dengan ular, seorang terapis awalnya akan meminta individu menyaksikan orang lain memegang ular dan kemudian meminta individu melakukan perilaku yang semakin ditakuti. Pertama-tama, individu akan berada pada satu ruang yang sama dengan ular, lalu kemudian mendekati ular tersebut, kemudian menyentuh ular tersebut dan pada akhirnya dapat bermain dengan ular.

b. pengondisian aversif

Pengondisian aversif adalah terjadinya pemasangan berulang dari sebuah perilaku yang tidak diharapkan dengan sebuah stimulus aversif untuk menurunkan penguatan yang didapatkan dari perilaku. Pengondisian aversif digunakan untuk mengajarkan individu menghindari perilaku tertentu, seperti merokok, makan berlebihan, dan minum alkohol. Cara yang digunakan dalam pengondisian aversif untuk mengurangi konsumsi alkohol individu adalah ketika individu minum minuman beralkohol, ia juga harus mengonsumsi minuman campuran yang membuat pusing dan mual. Dalam istilah pengondisian klasik, minuman alkohol adalah stimulus yang dikondisikan, dan zat yang membuat mual adalah stimulus yang tidak dikondisikan. Melalui pemasangan berulang antara alkohol dengan zat yang membuat mual, alkohol akan menjadi stimulus terkondisi yang menghasilkan mual. Mual pada pengondisian aversif ini akan menjadi respon yang dikondisikan. Sebagai konsekuensi, alkohol tidak lagi diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, tetapi sesuatu yang sangat tidak menyenangkan.



BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulam

            Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang di tunjukan oleh seseorang.
            Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

B.SARAN
Demi kesumpurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancaran dan kesumpurnaan penulisan ini
.



DAFTAR PUSTAKA

Feldman, Robert S. (2012). Pengantar Psikologi. Salemba Humanika.

Wade, Carole; Carol Tavris (2007). Psikologi, edisi ke-9. Penerbit Erlangga. p. 242. 

Coon, Dennis; John O. Miterer (2010). Introduction To Psychology:Gateways To Mind And Behavior. Wadsworth.

M. Pomerantz, Andrew (2012). Clinical Psychology : Science, Practice, And Culture 2nd ed. Sage Publications.

L. Atkinson, Rita; Richard C. Atkinson, Edward E.Smith, Daryl J.Bem, Susan Nolen-Hoeksma (2010). Pengantar Psikologi. Interaksara. p. 422.

F. Hill, winfred (2009). Agung Prihatmoko, ed. Theories of Learning. Penerbit Nusa Media. p. 36.

S. Friedman, Howard; Miriam W. Schustack (2008). Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Penerbit Erlangga. p. 221.

A. King, Laura (2010). Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiatif, Buku 1. Salemba Humanika. p. 354. 

A. King, Laura (2010). Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiatif, Buku 2. Salemba















[1]Wade,carole travis (2007), Spikologi, edisi ke 9.......Hlm242
[2] S.Friedman, Howard, Kepribadian teori klasik..........Hlm221
[3] Feld robert, Pengantar Psikologis. Salemba Humanika
[4] L.Atkinson,rita, Pengantar Psikologi.........Hlm422

No comments:

Post a Comment