A.
PENDAHULUAN
Wakaf merupakan sesuatu yang sudah
tidak asing lagi bagi umat muslim dunia. Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan
kepada para sahabatnya mengenai wakaf. Di Indonesia wakaf juga telah diatur
sedemikian rupa bertujuan untuk mengurangi sampai kepada mencegah terhadap
penyelewengan harta wakaf. Namun kenyataannya masih ada saja problem yang
timbul dalam masalah wakaf ini, baik dari segi wakif maupun nadzir itu sendiri.
Sudah seharusnya kita sebagai umat islam memikirkan bagaimana caranya harta
kita ini supaya berpotensi memajukan keadaan ekonomi umat islam.
Banyak yang harus kita lakukan
sebagai umat muslim. Apalagi jika kita melihat ada peluang namun kurang
dimanfaatkan. Begitu halnya dengan harta wakaf yang sudah jelas ada di depan
mata tapi ternyata pengelolaanya masih kurang maksimal. Maka dari itu penulis
akan coba menjabarkan problem wakaf produktif yang masih belum maksimal dan
analisis pemecahan probem tersebut.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Secara etimologi waqaf berarti
menahan, mencegah, selamanya, tetap, paham, menghubungkan, mencabut,
meninggalkan dan lain sebagainya. Dari pengertian tersebut munculah pernyataan
seputar pengertian wakaf oleh para tokoh dari empat madzhab fiqih :
a.
Wakaf menurut Abu Hanifah dan sebagaian ulama Hanafiyah: adalah
menahan benda yang statusnya tetap milik waqif (orang yang mewakafkan
hartanya), sedangkan yang disedekahkan adalah manfaatnya.
b.
Wakaf menurut Malikiyah: adalah menjadikan manfaat benda yang
dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang
berhak, dengan penyerahan berjangka waktu, sesuai dengan kehendak waqif.
c.
Wakaf menurut Shafi’iyah: adalah menahan harta yang dapat diambil
manfatnya disertai dengan kekalan zat benda, lepas dari penguasaan waqif dan
dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh gama.
d.
Wakaf menurut Hambaliah: adalah menahan kebebasan pemilik harta
dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat disertai dengan kekekalan zat
benda serta memutus semua hak wewenang atas benda itu, sedangkan manfaatnya
dipergunakan dalam hal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah
sedangkan menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 adalah:
perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut
shari’at.
2.
Problem wakaf produktif
Sudah
kita ketahui wakaf produktif merupakan bentuk harta wakat yang masih dapat
dimanfaatkan lagi untuk mendapatkan kemanfaatan berikutnya. Misal seseorang
mewakafkan sapi berjumlah 40 ekor, dari sapi tersebut setiap harinya dapat
menghasilkan 40 liter susu sapi misalkan, dari penjualan susu tersebut dapat
digunakan untuk keperluan lainnya seperti renovasi tempat ibadah, sekolah
maupun digunakan dalam bisnis lain yang kira-kira berjangka panjang dan tidak
terlalu memakan banyak biaya serta berpotensi positif untuk kedepannya.
Dari
contoh diatas sudah jelas bahwa sangat berpotensi maju bagi keadaan ekonomi
umat islam dengan catatan pengelolaan wakaf tersebut maksimal dan berjalan
lancar. Namun tidak mungkin suatu hal tidak mempunyai problem atau kendala,
dalam wakafpun terdapat beberapa kendala apalagi kaitannya dengan wakaf
produktif. Diantara problem dalam wakaf produktif adalah sebagai berikt :
a.
Pemahaman umat islam terhadap wakaf
Wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia, yaitu paham Syafi`iyyah sebagaimana mereka
mengikuti madzhabnya, seperti tentang : ikrarnya, harta yang boleh diwakafkan,
dan boleh tidaknya tukar menukar harta wakaf.
Dari paham
tersebut dapat kita ambil yang paling pokok adalah boleh tidaknya harta wakaf
ditukar. Secara mutlak imam syafi’i tidak membolehkan menukar atau menjual
harta wakaf, begitupun yang dipegang teguh oleh umat islam di Indonesia. Namun
apabila yang terjadi harta yang diwakafkan adalah uang, maka harus kita kaji
lagi mengenai bentuk dari harta wakaf tersebut. Di Indonesia sendiri sudah
mulai menggunakan uang sebagai harta yang boleh diwakafkan dan hal tersebut
sangat sesuai dengan UU no 41 tahun 2004 dimana dalam UU tersebut disebutkan
bentuk dari harta wakaf yaitu harta bergerak dan harta tidak bergerak.
Wakaf bntuk
uang ini memang sangat produktif apabila dapat dikelola secara maksimal dan
dikelola oleh nadzir yang profesional tentunya.
b.
Jumlah tanah wakaf yang strategis
Memang belum terfikirkan pada saat wakif dan nadzir melakukan akad
wakaf mengenai tanah wakaf tersebut bersifat strategis atau tidak. Namun lambat
laun semakin bertambahnya kepadatan penduduk dan bukan tidak mungkin tanah yang
semula tidak berpotensi menjadi sangat berpotensi. Maka dari itu harus segera
difikirkan oleh nadzir untuk pengolahan lahan tersebut. Tapi realitanya masih
sangat minim kesadaran terhadap hal tersebut. Perlu difikirkan lagi bagaimana
cara supaya tidak ada tanah wakaf yang vacum atau tidak mempunyai kemanfaatan.
c.
Banyaknya tanah wakaf yang belum bersertifikat
Masalah ini bukan lagi masalah baru namun sangat berpengaruh bagi
kelangsungan harta wakaf itu sendiri. Sangat mungkin ada pihak yang mengakui
harta itu miliknya dengan sertifikat awal harta tersebut, apalagi jika tidak
ada saksi yang menyaksikan akad wakaf tersebut. Dimisalkan ada wakif mau
mewakafkan tanahnya seluas 1 Ha. Namun dalam kurun waktu yang lama tanah
tersebut tidak segera di daftarkan sebagai tanah wakaf oleh nadzir. Muncullah
keturan dari waqif bertujuan mengambil kembali tanah tersebut dengan sertifikat
tanah yang lama karena belum ada sertifikat baru untuk tanah itu. Terus
bagaimana caranya kita mempertahankan bahwa tanah itu milik wakaf, apalagi pada
zaman sekarang ini, mempertahankan barang tidak ada bukti otentik tidak akan
bisa. Dari kemungkinan tersebut maka sangat dianjurkan bagi para badzir untuk
segera mensertifikatkan setiap tanah wakaf yang masuk dan sangat diharapkan
untuk dikelola dengan baik.
d.
Nadzir wakaf masih tradisional
Seorang nadzir diharapkan berwaawasan luan dan mampu membuat
rencana kedepan dengan mempertimbangkan potensi dari harta wakaf tersebut.
Suatu kendala jika sang nadzir masih berpegang pada kebiasaan wakaf zaman
dahulu, hanya mengandalkan kepercayaan waqif, berpandangan bahwa harta wakaf
hanya digunakan sebagai sarana pembuatan tempat ibadah, sekolah maupun
pemakaman. Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya kemanfaatan harta wakaf
untuk bidang yang lain. Padahal masih banyak yang harus dibenahi oleh umat
muslim dari segi manapun.
3.
Analisi pemecahan masalah
Dilihat
dari undang-undang yang kita pakai yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU Wakaf. Dimana dalam undang-undang tersebut
berisi mengenai :
a.
mengadmistrasikan, mengelola, mengembangan, mengawasi dan
melindungi harta benda wakaf.
b.
membuat laporan secara berkala kepada Menteri Agama dan Badan Wakaf
Indonesia (BWI) mengenai kegiatan perwakafan.
Jika
dikaitkan dengan problem wakaf diatas maka kita akan garis bawahi pada masalah
pengembangan dan pengelolaan harta wakaf. Dari empat problem diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia masih
kurang maksimal. Di butuhkan beberapa metode supaya hal tersebut dapat
ditangani. Dari analisis penulis menyatakan beberapa hal yang harus dilakukan
untuk menanggulangi hal tersebut, antara lain :
a.
Dilakukan sosialisasi wakaf khususnya yang bersifat produktif
karena pemahaman terhadap hal tersebut masih sangat minim dikalangan
masyarakat.
b.
Pembekalan terhadap para nadzir. Hal tersebut bertujuan untuk lebih
fokus pada kemanfaatan harta wakaf dalam jangka panjang dan mampu mengembangkan
harta tesebut serta nadzir mampu menilai potensi yang akan diambil dari harta
wakaf kelolaannya itu.
c.
Penyertifikasian harta wakat terutama tanah. Disini dapat kelihatan
efek dari nadzir yang mempunyai dedikasi dengan nadzir yang biasa-biasa saja.
Jika semua nadzir berdedikasi maka urusan sertifikasi harta akan sangat
difikirkan karena hal tersebut akan berpengaruh di masa depannya.
Jika
semua upaya diatas dapat terlaksana maka sudah diketahui tidak akan ada harta
wakaf yang kurang bermanfaat apalagi sampai vacum, dalam artian harta wakaf
tersebut hanya dimanfaatkan sebagai tempat ibadah atau tempat belajar saja,
namun sangat diharapkan harta wakaf mampu menunjang kemajuan ekonomi umat islam
khususnya dan bagi negara indonesia pada umumnya.
C.
PENUTUP
Wakaf
merupakan pemberian harta oleh wakif kepada nadzir dengan tujuan dapat
dimanfaatkan dan untuk kemaslahatan umat. Wakaf dibagi menjadi dua yaitu wakaf
konsumtif dan wakaf produktif. Banyak problem yang mempengaruhi pengelolaan
harta wakaf, terutama dalam masalah pengembangan harta itu sendiri. namun hal
tersebut dapat terpecahkan apabila nadzir mampu mengetahui peluang potensi dari
harta yang diolah dan yang akan dikembangkannya.
D.
DAFTAR PUSTAKA
https://sururudin.wordpress.com/2010/08/27/pemanfaatan-hasil-wakaf-produktif/
http://k2ichsan.blogspot.com/2012/06/strategi-nazhir-produktif-2.html
http://bagiilmukepo.blogspot.com/2015/03/makalah-wakaf-produktif.html
No comments:
Post a Comment