Resume buku karya DR.H. Abuddin Nata, MA yang berjudul Metodi
Studi Islam dari halaman 161-183 oleh A Badrul Anwar ( 211-13-011).
Metode
penelitian tafsir
Kata
tafsir berasal dari bahasa arab fassara, yufassiru, fassiron yang berarti
penjelasan, pemahaman dan perincian. Imam al-Zarqani mengemukakan bahwa tafsir
adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari segi pemahaman makna
atau arti sesuai di kehendaki allah, menurut kadar kesanggupan manusia. Az-Zarkasyi
juga mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui
kandungan kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan cara
mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung di dalamnya.
Dari
penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan model
penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari
penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran al-Quran yang pernah dilaksanakan
generasi terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang
terkait dengannya.
Dilihat
dari latar belakang munculnya metode tafsir al-Quran. Penafsiran al-Quran
merupakan kegiatan ilmiah yang paling tua dalam islam. Pada masa pertama penafsiran
al-Quran, Rosulullah lah orang pertama yang bertugas sebagai mubayyin (pemberi
penjelas) al-Quran baik dari segi arti maupun kandungan al-Quran terhadap para
sahabatnya.
Sepeninggal
Rosul para sahabat dalam menjelaskan persoalan terpaksa melakukan ijtihad,
khususnya bagi mereka yang memiliki kemampuan seperti Ali bin Abi Tholib, Ibn’
Abbas, Ubay bin Ka’ab, dan Ibn Mas’ud. Ada juga dikalangan para sahabat yang
bertanya kepada ahli kitab yang telah masuk islam seperti Abdullah bin Salam,
Ka’ab al- Akhbar seputar kisah umat terdahulu. Hal tersebut merupakan awal mula
Israiliyyat.
Perkembangan
tafsir sendiri dibagi dalam tiga periode, periode pertama yaitu pada masa Rosullullah,
masa sahabat dan permulaan masa tabi’in. Periode kedua bermula pada masa pengkodofikasian
hadits secara resmi pada masa kholifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H). Dimana
pada masa itu penulisan tafsir bergabung dengan penulisan hadits, dan dihimpun
dalam satu bab seperti bab-bab hadits, walaupun tentunya penafsiran yang
ditulis itu umumnya dalah tafsir bi al-ma’tsur. Dan periode ketiga dimulai
dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri.
Sementara tokohnya diduga dimulai oleh al-Farra dengan kitabnya yang berjudul Ma’ani
al Quran.
Muhamad
Arkoun, seorang pemikir asal Al Jazair kontemporer menulis bahwa al-Quran
memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tidak terbatas. Kesan yang
diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat
wujud adalah mutlak. Berdasarkan adanya upaya penafsiran alquran semenjak masa
Rosul hingga sekarang ini serta sifat dari kandungan al-Quran yang secara terus
menerus memancarkan cahaya kebenaran itulah yang mendorong timbulnya dua
kegiatan. Pertama, meneliti disekitar produk penafsiran yang dilakukan generasi
terdahulu. Kedua, kegiatan penafsiran itu sendiri.
Model-model
penelitian tafsir
Berikut
merupakan model-model penasiran oleh para ulama tafsir, yaitu :
1.
Model Quraisb Shihab
H.M Quraisb shihab lahir tahun 1944. Beliau merupakan pakar
dibidang tafsir dan hadits se-Asia Tenggara. Beliau banyak melakukan penelitian
terhadap berbagai karya penafsiran ulama terdahulu. Misalnya tafsir Muhammad
Abduh dan H Rasyid Ridha dengan judul tafsir al-Manar. Model yang dilakukan
oleh beliau adalah banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan
perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin
produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai
literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama
tafsir yang bersangkutan maupun yang lainnya. Hasil yang diperoleh dari tafsir
al-Manar yaitu menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh merupakan seorang mufassir
yang banyak mengandalkan akal, menganut prinsip “ tidak menafsirkan ayat-ayat
yang kandungannya tidak terjangkau oleh akal manusia, tidak pula ayat-ayat yang
samar atau tidak terperinci dalam al-Quran.
Dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraisb Shihab
berhasil meneliti seluruh karya tafsir para ulama terdahulu. Dari penelitian
tersebut dapat ditarik kesimpulan antara lain, (1) Periodisasi perkembangan dan
pertumbuhan tafsir. (2) Corak-corak penafsiran. (3) macam-macam metode
penafsiran al-Quran. (4) syarat-syarat dalam menafsirkan al-Quran dan (5)
hubungan tafsir modernisasi.
Corak-corak penafsiran
Berdasarkan penelitian Quraisb Shihab menyatakan bahwa corak
penafsiran yang dikenal selama ini antara lain :
1.
Corak sastra bahasa
2.
Corak filsafat dan teologi
3.
Corak penafsiran ilmiah
4.
Corak fikih atau hukum
5.
Corak tasawuf
6.
Bermula pada syekh muhammad abduh
Macam-macam metode penafsiran al-quran
Berdasar penelitian quraisb shihab metode penafsiran secara garis
besar dibagi menjadi 2 yaitu corak ma’tsur (riwayat) dan corak penalaran.
1)
Corak ma’tsur
Keistimewaan
metode ini antara lain ;
a)
Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-quran
b)
Memaparkan ketelitian
radaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya
c)
Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasinya
terjeruus pada subjektivitas berlebihan
Kelemahan metode ma’tsur antara lain :
a)
Terjerumusnya seorang mufasir kedalam uraian kebahasaan dan
kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok alquran menjadi kabur
dicelah uraian tersebut.
b)
Seringkali konteks turunnya ayat atau sisi kronologis turunnya
ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh mansukh hampir dapat dikatakan
terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam
satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa budaya.
2)
Metode panalaran ; pendekatan dan corak-coraknya
Banyak cara
pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan penalaran, shingga akan sangat
banyak apabila kita bermaksud menelusuri satu persatu. Al Famawi membagi metode
tafsir yang bercorak penalaran ini kedalam 4 macam, yaitu :
a)
Metode tahlili
Kelebihan metode
ini yaitu adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalluui usaha
penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu
nahwu. Penafsiran menyangkut segala aspek yang ditemukan oleh mufasir dalam
setiap ayat. Analisi yang dilakukan secara mendalam sejalan dengan keahlian,
kemampuan dan kecenderungan mufasir. Walau dinilai luas, namun tidak
menyelesaikan pokok bahasan karena seringkali satu pokok bahasan diuraikan
sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.
b)
Metode ijmali
Metode ijali
atau yang sering disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat
al-quran dengan menunjukan kandungan makna yang terdapat dalam suatu ayat
secara global.dengan metode ini mufasir cukup dengan menjelaskan kandungan yang
terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
c)
Metode muqarin
Metode muqarin
adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakikan dengan cara membandingkan
ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat yang mempunyai kemiripan
redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda atau yang memiliki redaksi yang
berbeda untuk masalah yang sama atau diduga sama, dan membandingkat ayat al-Quran
dengan hadits Nabi yang tampak bertentangan serta membandingkan
pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Quran.
Sejalan dengan
kerangka diatas, maka prosedur tafsir muqarin sebagai berikut :
i.
Menginventarisir ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan
redaksi;
ii.
Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat tersebut;
iii.
Mengadakan penafsiran.
d)
Metode maudhu’i
Menurut Quraisb Shihab metode
maudhu’i adalah pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Quaran
dengan menjelaskan tujuan-tuJannya secara umum dan yang merupakan tema
sentralnya serta menghubungkan persoalan yang beraneka ragam yang terdapat
dalam surat tersebut antara satu dengan ayat lainnya dan juga dengan tema
tersebut sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun
ayat al-Quran yang membahs satu masalah tertentu dalam berbagai ayat atau al-Quran
dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutannya, kemudian menjelaskan
pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut guna menarik petunjuk al-Quran
secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.
2.
Model Ahmad Syarbashi
Pada tahun 1985 beliau melakukan penelitian tafsir dengan
menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana yang
dilakukan oleh Quraisb Shihab. Sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan
atau kepustakaan yang ditulis ulama tafsir seperti Ibn Jarir at-Thabari,
al-Zamarkasyi, Jalaluddin al-Suyuthi, al-Raghib al-Ashfahani, al-Syatibi, Haji
Khalifah dan lain-lain. Hasil penelitiannya ini mencakup tiga bidang. Pertama mengenai
sejarah penafsiran al-Quran dibagi kedalam tafsir masa sahabat Nabi. Kedua
mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi dan tafsir politik.
Ketiga mengenai gerakan pembaruan dibidang tafsir.
Pada zaman Rosul tafsir disusun pendek dan tampak ringkas, karena
penguasaan bahasa arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan
susunan kalimat al-Quran. Pada masa sesudah itu akibat pertumbuhan islam yang
pesat maka penguasaan bahasa aran semakin menurun karna terdapat percampuran
dengan orang dari Negara lain, hal tersebut memunculkan kaidah-kaidah bahsa
arab seperti ilmu nahwu, balaghah dan sebagainya.
Tentang tafsir ilmiah, beliau mengatakan sudah dapat kita pastikan
bahwa dalam al-Quran tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan
bermacam-macam kenyataan ilmiah. Munculnya tafsir ilmiah ini antara lain didasarkan
pada data kitab tafsir ar-Razi. Tafsir sufi, as-Syarbashi mengatakan ada kaum
sufi yang sibuk menafsirkan huruf-huruf
al-Quran dan berusaha menerangkan hubungan yang satu dengan yang lainnya.
Adanya tafsir sufi tersebut belia mendasarkan kepada kitab-kitab karangan para
ulama sufi. Mengenai tafsir politik as-Syarbashi mendasarkan pada pendapat kaum
khawarij dan lainnya yang terlibat dalam politik dalam memahami ayat-ayat al-Quran.
Yang terkhir mengenai gerakan pembaharuan, as-Syarbashi mendasarkan pada
beberapa karya ulama yang muncul pada awal abad 20. Ia menyebutkan Sayyid
Rashid Ridha murid Muhammad Abduh yang mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah
gurunya kedalam majalah al-Manar.itu merupakan langkah pertama, selanjutnya
beliau menghimpun dan menambahkan penjelaskan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir
yang dibei nama tafsir al-Manar, yaitu kitab yang mengandung pembaharuan dan
sesuai dengan perkembangan zaman.
3.
Model Syaikh Muhammad al-Ghazali.
Al-Ghazali merupan pemikir islam abad modern yang produktif. Salah
karyanya dibidang tafsir yaitu berjudul berdialog dengan al-Quran. Al Ghazali
juga membagi periode metode klasik dan modern dalam memahami al-Quran. Peroide
klasik adalah periode memahami al-Quran para ulama terdahulu. Selanjutnya al-Ghazali
mengemukakan adanya metode modern dalam memahami al-Quran. Metode modern ini
timbul sebagai akibat dari adanya kelemahan pada metode sebelumnya.
Berangkat dari kelemahan metode tafsir pada masa lalu, terutama
jika dikaitkan dengan keharusan memberikan jawaban terhadap berbagai masalalah
kontemporer dan modern. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pemikiran manusia
adalah relatif dan spekulatif, bisa benar juga bisa salah. Keduanya memilki
bobot yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Disisi lain kita juga tidak
menutup mata terhadap adanya manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran
keagamaan lainnya, bila semua itu menggunakan metode yang tepat. Itulah
kesimpulan dan saran yang dikemukan oleh Muhammad al-Ghazali dari hasil
penelitiannya.
4.
Model Penelitian Lainnya
Selanjutnya dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama
terhadap aspek-aspek tertentu dari al-Quran. Diantaranya ada yang memfokuskan
pada kemukjizatan al-Quran, metode-metode, kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Quran,
kunci-kunci untuk memahami al-Quran serta ada pula khusus meneliti mengenai
corak dan arah penafsiran al-Quran yang khusus terjadi pada abad keempat.
Amin Abdullah dalam bukunya yang berjudul studi agama juga telah
melakukan penelitian deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir.
Beliau mengatakan perjalanan penulisan tafsir zaman pertengahan agaknya tidak
terlalu meleset jika dikatan bahwa dominasi penulisan tafsir al-Quran secara
leksiografis (lughowi) lebih menonjol. Selanjutnya beliau mengtakan meskipun
begitu, masih perlu digaris bawahi bahwa karya tafsir mutakhir ini kaya dengan
metode komparatif didalam memahami dan menafsirkan arti suatu kosakata al-Quran.
Tanpa harus mengucilkan para ulama tafsir yang bercorak
leksiografis, corak penafsiran seperti ittu dapat membawa kita kepada pemahaman
al-Quran yang kurang utuh karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman
yang utuh dan terpadu dari ajaran al-Quran yang fundamental.
No comments:
Post a Comment