PENDAHULUAN
Nikah merupakan
suatu ibadah yang dianjurkan oleh agama dan sebagai wujud ittiba’ rosul. Tujuan
dari nikah itu sendiri adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawadah,
warohmah dan juga membentuk keturunan yang kuat dalam beragama. Namun seiring
berjalannya waktu banyak masalah yang timbul ketika dua orang telah menikah
tersebut menemui suatu masalah yang sukar unuk dihadapi. Kadang hal tersebut
membuat seorang istri mengajukan permintaan cerai terhadap sang suami. Apalagi
sekarang, hal tersebut sudah menjadi fenomena yang tak asing lagi. Banyak
sosial media yang menayangkan tentang kasus-kasus perceraian yang didasari
permintaan seorang istri keapada suaminya untuk bercerai. Dari banyak hal
tersebut penulis mencoba menjelaskan mengenai permintaan cerai seorang istri
kepada suaminya, atau dalam istilah fiqih disebut khulu’.
PEMBAHASAN
1. Pengertian khulu’
Khulu’
mempunyai arti menanggalkan pakaian atau membuka pakaian. Menurut Prof. Dr.
Amir Syarifuddin khulu’ merupakan suatu bentuk dari putusnya perkawinan, namun
beda dengan bentuk lain dari putusnya perkawinan itu, dalam khulu’ terdapat
uang tebusan atau ganti rugi atau iwadh. Khulu’ juga diartikan talak yang
dijatuhkan suami terhadap istrinya atas permintaan istri dengan adanya
pembayaran sejumlah harta kepada suami.
2. Hukum khulu’
Jumhur
Ulama berpendapat bahwa khulu’ diperbolehkan. Dasar dari kebolehan khulu’ yaitu
terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229 :
Artinya : jika kau khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah SWT, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Nabi Muhammad juga membolehkan khulu’ tersebut. Dasar kebolehan
tersebut sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Bukharidari Anas bin Malik :
istri Tsabit bin Qais datang mengadu kepada Nabi SAW dan berkata : “ wahai
Rosul Allah Tsabit bin Qais itutudak ada kurangnya dari segi kelakuannya dan
tidak pula dari segi keberagamannya. Cuma saya tidak senang terjadi kekufuran
dalam islam.” Rosulullah bersabda : Maukah kamu mengembalikan kebunnya ? si istri
menjawab : ya mau. Nabi berkata kepada Tsabit : terimalah kebun dan ceraikanlah
dia satu kali cerai.
3. Tujuan dan hikmah khulu’
Tujuan
kebolehan khulu’ adalah untuk menghindakan istri dari kesulitan dan
kemadhorotan yang dirasakan bila perkawinan dilanjutkan tanpa merugikan pihak
suami karena dia sudah menerima iwadh dari istrinya atas permintaan cerai dari
istrinya itu.
Hikmah
dari hukum khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan
suami istri. Bila suami berhak melepaskan diri dari hubungan dengan istrinya
menggunakan cara thalaq, istri juga mempunyai hak dan kesempatan bercerai dari
suaminya denga menggunakan cara khulu’.
4. Rukun dan syarat khulu’
Khulu’
dapat dipandang sah dan jatuh, apabila memenuhi persyaratan rukun-rukunnya. Yang
termasuk rukun khulu’ ada empat, yaitu : suami, istri, mukhtali’ah dan sighat
khulu’ serta ‘iwadh.
a.
Suami
Para ulama sepakat bahwasannya orang
yang dikhulu’ atau suami hendaknya orang yang mempunyai hak untuk mentalak.
Dalam hal ini ada kaidah yang mengatakan : barang siapa yang boleh mentalak,
boleh juga untuk mengkhulu’.
b.
Istri
Syarat bagi istri yang hendak mengkhulu’
:
1)
Hendaknya ia
istri yang sah scara syar’i.
2)
Istri yang
mengajukan khulu’ hendaknya orang yang dipandang sah untuk melaksanakan tasharuf
(penggunaan) harta juga dipandang sah untuk berderma.
c.
‘iwadh
‘iwadh adalah sebuah harta yang diambil
oleh suami dari istrinya karena si istri mengajukan khulu’. Syarat dari ‘iwadh
ini hendaknya harta tersebut layak untuk dijadikan sebagai mas kawin, maka
dapat pula dijadikan sebagai ‘iwadh dalam khulu’.
d.
Shighat
khulu’
Sighat khulu’ adalah kata-kata yang harus
diucapkan sehingga terjadinya akad khulu’. Shighat khulu’ ini adlah kata-kata
yang dapat digunakan sebagai ijab qabul dalam khulu’. Pada dasarnya, shighat
ini harus dengan kata-kata. Namun, untuk kondisi yang tidak memungkinkan,
seperti karena bisu misalnya, maka shighatnya boleh dengan isyarat yang dapat
dipahami.
HAL-HAL YANG
BERKENAAN DENGAN KHULU’
1. Waktu terjadinya khulu’
Khulu’
dapat dilaksanakan kapan saja tanpa terkait waktu tertentu, khulu’ adalah
perceraian yang diminta oleh istri yang dengan sendirinya dia telah menerima
resiko apapun atas permintaannya itu, termasuk perpanjangan masa iddah.
2. Bentuk perceraian
Bila
telah diucapkan shigat khulu’ oleh suami atas permintaan sendiri oleh pihak
istri, suami telah pula menerima tebusan, maka perkawinan putus dalam bentuk
thalaq bain shugra, dalam arti tidak boleh rujuk, namun dibolehkan
melangsungkan pernikahan sesudah itu tanpa muhallil.
3. Rujuk sesudah khulu’
Sebagian
ulama diantaranya berpendapat bahwa suami mempunyai hak pilih antara menerima
iwadh dan menolaknya. Kalau suami menerima iwadh dia tidak memiliki hak untuk
ruju’ , sedangkan bila ia menolak iwadh yang diberikan istrinya, maka ia berhak
untuk ruju’.
4. Pelaksanaan khulu’
Jumhur
ulama serta satu riwayat oleh Imam Ahmad mengatakan bahwa khulu’ itu dapat
dilakukan sendiri antara suami dan istri dan tidak harus didepan hakim atau
oeleh hakim.
KESIMPULAN
Khulu’ dapat
diartilkan talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya atas permintaan isti
dengan pembayaran sejumlah harta kepada suami. Menghkhulu’ istri dapat
dilakukana sewaktu-waktu.
Hukum khulu’
menurut jumhur ulama adalah boleh. Dasar kebolehan khulu’ berdasarkan al-Quran dan
Sunah.
Tujuan dari
kebolehan khulu’ adalah untuk menghindarkan istri dari kesulitan dan
kemadhorotan. Sedangkan hikmah dari hukum khulu’ adalah tampaknya keadilan
Allah sehubungan dengan hubungan suami.
Selain itu khulu’
mempunyai rukun dan syarat khulu’. Dan khulu’ itu dapat dilakukan sendiri
antara suami dan istri dan tidak harus di depan hakim atau oleh hakim.
No comments:
Post a Comment